GUS

Oleh: diannafi

Blurb

Bagaimana jika seorang putra mahkota pesantren (Mafazi, 19)- yang tadinya tidak bersemangat untuk melanjutkan tampuk itu-ditinggal mati ibunya, pemegang kuasa tertinggi di pesantren itu (Laili, 50). Sementara kemudian ayahnya -yang selama ini hanya pemeran pendamping Laili-(Sahlan, 58) menikah lagi dengan janda yang adalah dulunya santri Laili dan pengasuh Mafazi semasa kecil (Safina, 38) sudah berputra (Harun, 17) yang berpotensi menjadi pesaingnya sebagai putra mahkota.

Premis

Putra mahkota pesantren (Mafazi, 19) tadinya tidak bersemangat untuk melanjutkan tampuk itu-ditinggal mati ibunya, pemegang kuasa tertinggi di pesantren itu (Laili, 50). Sementara kemudian ayahnya -yang selama ini hanya pemeran pendamping Laili-(Sahlan, 58) menikah lagi dengan janda yang adalah dulunya santri Laili dan pengasuh Mafazi semasa kecil (Safina, 38) sudah berputra (Harun, 17) yang berpotensi menjadi pesaingnya sebagai putra mahkota. Mafazi terpacu belajar dan meningkatkan kapasitas diri. Mereka akhirnya sepakat berkolaborasi dan berbagi peran. Tapi cewek yang ditaksir Mafazi ternyata dekat dengan Harun, sehingga menimbulkan persaingan berikutnya.

Karakter

Mafazi (19), tidak terlalu bersemangat atas ambisi ibunya (Laili 50). Laili ingin dia menjadi penerus pesantren, sebagaimana beliau mencetak kedua anaknya yang lain. Mafazi bosan menjadi anak pondokan belasan tahun. Dia ingin menjadi dirinya sendiri yang bebas dan tidak terkekang aturan pesantren yang ketat, apalagi terbebani menjadi ‘kyai" yang harus jadi panutan.
Ibunya meninggal setelah sakit keras karena akumulasi kelelahan&pikiran, akibat kebakaran yang menghabiskan local pesantren sisi selatan. Saat itu Banu belum lulus kuliah. Kejadian ini membuatnya terguncang. Dia memutuskan untuk tidak mengecewakan harapan almarhumah ibunya. Dia bertekad akan segera lulus kuliah dan meluluskan keinginan ibunya.
Pesantren surut sejak meninggalnya Laili. Ayahnya Mafazi (Sahlan, 58) pergi ke adik iparnya, minta dicarikan pendamping/istri. Sahlan dipertemukan dengan Safina (38) yang dulu pernah menjadi santri Laili dan pengasuh Mafazi kecil. Sahlan langsung jatuh hati dan minta restu semuanya agar dia bisa menikah dengan janda cerai tersebut.
Krisis#1 terjadi karena anak-anaknya tidak setuju Sahlan menikah lagi. Mafazi berusaha berada di tengah-tengah. Tidak pro kakaknya yang menentang keras pernikahan itu. Tidak pro Sahlan yang ingin menikah lagi.
Sahlan yang mendapat pertentangan ini membawa masalah pada keluarga besar, kakak dan adik iparnya. Mereka membujuk Mafazi bersaudara agar menerima Safina. Karena dia dianggap bukan orang lain, mereka pernah diasuh Safina. Safina orang baik, bisa ikut memajukan pesantren kembali yang redup sejak meninggalnya Laili.
Eskalasi Konflik. Krisis#2 Pernikahan akhirnya berlangsung, tapi problem baru dan lebih rumit datang karena Harun (17) anak Safina dari pernikahan terdahulu hadir di rumah besar mereka.
Mafazi merasa terancam kedudukannya. Harun mendapat kasih sayang ayahnya. Dan mendapat fasilitas yang sama dengannya. Sahlan berusaha di tengah-tengah, adil. Safina ingin Harun juga mendapat bagian dan peran dalam pesantren/dinasti
Peran utama di pesantren dipegang Sahlan sekarang (dulu Sahlan hanya peran pendamping almarhumah Laili Dan tentu saja dengan Safina sebagai pendampingnya. Si sulung (Nurul) dan suaminya mendapat peran di local sisi selatan yang berhasil dibangun kembali. Si nomer dua (Wahdah) dan suaminya (yang belum sepenuhnya ‘rukun" karena dijodohkan) mendapat peran membantu Sahlan.
Mafazi jealous pada Harun sehingga loyo, galau. Sahlan mendorongnya agar bersemangat. Dia pun pergi ke kost-an dan kampus untuk menyelesaikan kuliahnya agar segera bisa berperan di pesantren. Dia banyak menghabiskan waktu di kost-an dan sekitarnya di Jogja.
Krisis#3. Harun mengambil kesempatan saat Mafazi tak ada, sehingga pengaruhnya makin kuat di pesantren. Mafazi marah. Sahlan mencoba menenangkannya, Mafazi makin kalap mengira ayahnya lebih membela Harun. Sahlan dan Safina meminta Harun meminta maaf pada Mafazi dan mengendorkan ambisinya.
Eskalasi konflik akhir. Mafazi dan Harun berhadapan, DER! Saling debat, dan mengejutkan bahwa dalam bahtsul matsail Harun lebih unggul meski lebih muda. Pertikaian ini menyadarkan Mafazi bahwa dia harus menjadi unggul untuk bisa diandalkan. Sahlan sadar bahwa untuk keadilan, peran-peran harus dibagikan dengan seadil-adilnya dan jelas. Sahlan mengumpulkan semua dan diskusi bareng keluarga.
Mafazi mengakui kemampuan Harun. Dia pun menjadi semangat menyelesaikan kuliah dan belajar lebih giat lagi. Sahlan meminta keduanya saling sinergi saja. Safina lega Harun akhirnya mendapat pengakuan
Mafazi mengejar ketinggalannya. Dia KKN, PPL, menyelesaikan skripsi dan akhirnya lulus. Bahkan Harun membantunya saat Mafazi butuh bahan untuk skripsinya. Sahlan lega telah membagi adil tugas sehingga semua bagian anggota keluarganya punya peran.
Memang untuk menjalani peran harus punya kapasitas yang sesuai, dan harus diupayakan, diperjuangkan. Untuk melaksanakan tugas besar dan berat harus sinergi, bersama-sama.

Lihat selengkapnya