Blurb
Siapa yang tega melihat orang mati dalam keadaan nista. Kejadian berpuluh-puluh tahun itu membuat pikirannya tak tega melihat suaminya mati sebagai seorang pendosa. Ia takut Tuhan tidak mengampuni suaminya, ia sangat takut dengan itu. Ia tak tega, ia menyesal dengan itu. Namun ia tak tahu harus bagaimana, ia juga bingung mencari jawaban atas ketakutannya itu sendiri.
Karakter
Seorang nenek siuman dan sendirian di rumah sakit. Di dalam rumah sakit itu, ia hanya memikirkan jalan pulang. Pulang ke rumah suaminya. Suami yang telah meninggal berpuluh-puluh tahun lalu. Nenek ingin mengunjungi masa lalunya. Ia pergi berjalan kaki. Ia sebenarnya masih sadar tak sadar. Karena memang barusaja opname. Dalam pikirannya, ia masih punya suami. Suaminya masih hidup. Rumahnya ada di bawah batubesar. Padahal suaminya sudah tiada lama sekali.
Akhirnya nenek berangkat. Sebelum keluar rumah sakit, nenek itu bertemu dengan seorang bayi yang baru lahir. Nenek sangat senang melihat bayi, dan nenek tahu melihat orang mati. Serta keluarga dari orang yang sedang meregang nyawanya. Ketika keluar dari rumah sakit, nenek itu bertemu dengan bocah sekolah, yang baik dan yang nakal. Bertemu dengan orang pacaran, bertemu dengan keluarga baik yang mengantarnya sampai halte bus.
Lalu bertemu dengan orang baik yang memberitahunya akan Kekuasaan Tuhan. Nenek bertemu dengan ibu Nyai. Disitulah ia merasa bahwa, ia mengingat semuanya. Suaminya sudah mati berpuluh-puluh tahun lalu. Mati dalam keadaan hina menurutnya, karena mati sebagai penjahat. Nenek jadi menyesal. Karena ia ingin sekali memohonkan ampun untuk suaminya. Ia tak tega jika suaminya begitu. AKhirnya, ia tetap pergi ke Batubesar untuk mencari suaminya. Mencari pusaranya.
Nenek berjalan lagi dan kini ia naik bus. Sebelum naik, ia bertemu dengan anak-anak pemulung yang belum makan. Akhirnya ia berikan uang yang diberikan ibu-ibu tadi Bertemu orang baik yang memberitahunya akan hidup. Namun ia tetap tak mengerti arti hidup dan hidup bersama ketika menikah. Ia masih menyesali hidupnya yang tak mampu memberikan pengertian kepada suaminya dulu.
Nenek itu bertemu dengan seorang tentara. Dengan itu, tentara itu bercerita tentang penyesalannya membunuh orang. Ia juga bertemu dengan kernet yang menceritakan borok suaminya dan seorang Kakek yang ternyata teman suaminya. Nenek pernah mendengar, bahwa suaminya dibunuh oleh tentara. Tapi sebelum benar ia memastikan itu. Nenek akhirnya memilih mendengarkan penyesalan tentara itu di atas bus.
Nenek bertemu dengan seorang tua. Kawan dari suaminya dulu. Pak tua ini sejak tadi meliriknya. Seperti ada yang tidak beres baginya. Setelah beberapa percakapan tentang suaminya, nenek itu tiba-tiba menghilang. Maksudnya, ketika kakek tak awas.
Satu rumah kalang kabut mencari nenek. Dicarinya ke pemakaman sini, pemakaman sana. Ternyata tak ada. Semuanya mencari. Karena cucu nenek perempuan datang ke rumah Pak tua. Bersama dengan ibu-ibu nyai dari masjid tadi. Kakek itu mencari bersama cucu nenek yang baru datang. Dipikir ia ada di Kuburan, ternyata nenek sedang berada di Masjid dan sedang khusyu' berdoa.
Sebenarnya, saya tidak ingin menulis masjid atau apapun. Nanti tergantung situasi dan latarnya. Tapi memang saya ingin menulis kisah yang mungkin memang sudah terlupakan bagi kita. Intinya, nenek itu seperti diputar lagi hidupnya setelah berjalan keluar dari kamarnya. Bertemu dengan kematian, bertemu dengan anak-anak kecil yang menggemaskan, bertemu dengan anak pacaran, bertemu dengan ibu-ibu dengan anak-anak yang masih giat-giatnya hidup, bertemu dengan orang tua nyai, orang kurang beruntung, tentara, dan akhirnya ia bertemu dengan sepotong kenangan bersama suaminya. Tak ada apapun. Hanya itu. Karena memang, ini cukup dilupakan dan cukup sentral. Apalagi dosa dan pahala memang dekat dengan kita. Apalagi suami dan istri seakan-akan menjadi magnet dalam pertalian hidup kita.