Blurb
Semua orang selalu mengira bahwa Karin adalah gadis yang sempurna. Wajahnya cantik, tubuhnya ideal, kulitnya putih, bahkan Karin juga memiliki banyak bakat dan kemampuan yang jarang dimiliki oleh gadis-gadis lain. Semua teman gadisnya ingin menjadi seperti Karin. Teman-teman lelaki pun tak jarang yang ingin dekat dengan Karin. Karena selain cantik, Karin juga ramah dan menyenangkan.
Tapi sebenarnya, orang-orang tidak tahu bahwa fisik Karin sebenarnya tidak sesempurna yang mereka bayangkan. Karin yang selalu memakai pakaian tertutup, sebenarnya memiliki kelainan kulit Keratosis Pilaris yang kemunculannya cukup menjijikan dan tidak indah sama sekali. Ditambah lagi dengan bekas-bekas luka dan alergi. Fisik Karin sama sekali tidak sempurna. Bahkan dirinya, nyaris membenci tubuhnya sendiri.
Berbagai cara telah Karin lakukan untuk membantu mengurangi keratosis pilarisnya. Mulai dari memakai pelembab, berbagai macam produk perawatan kulit, bahkan sampai melakukan perawatan laser. Tapi meski begitu, semuanya terasa sia-sia.
Tekanan dari Ibunya dan stereotip orang-orang sekitar tentang perempuan membuat Karin makin tersiksa dan tak percaya diri. Belum lagi, sudut pandang kebanyakan laki-laki tentang kesempurnaan perempuan membuat Karin nyaris pasrah untuk tidak menikah dan enggan percaya pada lelaki manapun. Bahkan Aiza, laki-laki yang sudah begitu dekat dan menunggunya selama 3 tahun pun ia hiraukan karena dirasa tak bisa menerima.
Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Karin? Apakah akan berakhir dengan keputusan asaan? Atau bangkit dengan rasa percaya diri tanpa peduli pandang orang lain?
Karakter
Hampir semua orang tahu bahwa Karina Prameswari adalah gadis cantik yang selalu dipuja-puji karena memiliki segudang bakat yang jarang dikuasai oleh remaja seumurannya. Karena selain cantik, Karin juga suka menulis, menggambar, senang bernyanyi, dan bisa bermain gitar.
Banyak orang yang menyukai Karin. Entah karena senang melihat kecantikannya, atau karena kebaikan dan keramahannya.
Teman-teman perempuan Karin tidak ada yang secantik Karin. Mereka selalu mengeluhkan fisik mereka yang gendut, hitam, jerawatan, kusam, dan sebagainya. Mereka ingin menjadi seperti Karin. Tapi justru, Karin malah enggan menjadi dirinya yang selalu dianggap sempurna oleh banyak orang.
Tidak banyak orang yang tahu kalau Karin pun memiliki kekurangan fisik yang cukup meresahkan. Karin memiliki kelainan kulit keratosis pilaris yang sangat mengganggu, dan membuat kulit putih cerahnya menjadi terlihat menjijikkan. Tapi beruntungnya, kekurangan fisik Karin bisa ditutupi dengan pakaiannya yang selalu rapi dan tertutup.
Awalnya, Karin tidak begitu peduli dengan keratosis pilaris-nya yang memang mustahil untuk dihilangkan. Sampai suatu ketika, saat Karin mengenakan kaus lengan pendek di rumah. Nita, Ibunya, terkejut saat melihat itu.
Nita bilang bahwa sebagai perempuan Karin seharusnya bisa merawat tubuhnya dengan baik. Nita mengira bahwa keratosis pilaris yang dimiliki Karin adalah akibat dari kemalasan Karin merawat kulit. Padahal, Karin memiliki alergi terhadap produk-produk kosmetik terutama body lotion. Hal itu pula yang menjadi hambatan Karin untuk merawat kulitnya.
Kalimat yang paling membuat Karin jatuh dan kehilangan rasa percaya diri adalah ketika dirinya dituntut untuk menjadi sempurna. Karena kata Ibunya, perempuan itu harus mulus agar tak memalukan. Bahkan, sang Ibu sampai membawa-bawa urusan jodoh.
Selama bertahun-tahun Karin hidup dalam rasa tidak percaya diri yang semakin hari semakin menjadi. Aiza, laki-laki yang sudah dekat dengannya selama 3 tahun pun tak ia hiraukan keseriusannya karena takut ditinggalkan di kemudian hari karena kekurangan fisik itu.
Karin sudah melakukan berbagai macam cara untuk menghilangkan keratosis pilaris-nya. Tapi karena kekurangan itu adalah keturunan dari sang ayah. Sampai kapanpun Karin tetap tidak akan bisa menghilangkan keratosis pilaris-nya.
Ketakutan Karin makin menjadi saat orang-orang di kantor penerbitan bukunya mengetahui bahwa Karin memiliki kulit yang menjijikkan. Dan rasa percaya dirinya semakin turun jatuh saat Aiza, bersikeras untuk tidak percaya bahwa Karin juga memiliki kekurangan fisik yang jarang ditemui pada perempuan lain.
Karin menyerah. Ia pasrah dan berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia juga berhak bersinar meskipun tak sempurna. Karin meluapkan segala emosinya di depan Ibunya. Dan pernyataan yang ia ucapkan dengan penuh kesungguhan membuat Ibunya merasa begitu bersalah.
Sampai akhirnya, Basara, laki-laki yang katanya sejak dulu sudah menyukai Karin itu pun akhirnya juga mengetahui bahwa Karin memiliki keratosis pilaris. Saat itu, Karin pasrah kalau tidak akan ada seorang pun yang bisa menerima kekurangannya termasuk Basara. Tapi ternyata tidak. Basara masih tetap menyukainya. Bahkan bersedia menerima kekurangannya tanpa terkecuali.