Blurb
Dua orang mahasiswa millenial yakni Arum Anjani dan Arya Bisaka Tejakarta terjebak dalam sebuah masa kerajaan Mahesapati yakni sekitar tahun 1300 an yang dahulunya merupakan negeri penyembah dewa matahari " Ra" . Namun sayangnya Raja Mahesa Rengga yang berkuasa diperalat oleh Patihnya yakni Mahesa Manggala dan juga Empat Prajurit Jubah Hitam sehingga Sang Raja terlihat semena - mena. Rakyat Mahesapati pun sengsara. Wabah penyakit sengaja ditebar oleh Patih Mahesa Manggala beserta Empat Prajurit Jubah Hitam.
Arya Bisaka Tejakarta yang terjebak dalam masa kerajaan itu pun akhirnya harus terseret konflik seputar internal kerajaan sementara Arum Anjani disandera oleh Raja Mahesa Rengga untuk dijadikan isterinya. Lewat berbagai usaha Arya Bisaka Tejakarta mencoba berjuang untuk dapat meyelamatkan kembali Arum Anjani dari pelukan Raja Mahesa Rengga dan mencoba berusaha kembali ke masa sekarang.
Karakter
Arya Bisaka Tejakarta merupakan seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi. Suatu ketika dirinya tengah tertidur pulas di kelas. Hal itu tentu tidak bisa diterima begitu saja oleh Dewi Ningsih yang merupakan dosen yang tengah mengampu di kelasnya saat Arya Bisaka Tejakarta tertidur. Akibat dari kelakuannya di kelas, Arya Bisaka Tejakarta diberikan tugas hukuman untuk membuat sebuah penelitian tambahan. Akhirnya ditemani oleh Arum Anjani, Arya Bisaka Tejakarta meneliti sebuah gua yang terdapat peninggalan - peninggalan masa lalu.
Tak disangka, di dalam gua tersebut Arya Bisaka Tejakarta dan Arum Anjani menemukan banyak sekali prajurit patung layaknya Terrakota yang berada di Tiongkok. Selain itu keduanya juga menemukan simbol matahari. Keanehan tersebut semakin menjadi - jadi tatkala keduanya terlempar di masa lalu akibat secara tidak sengaja menekan sebuah tombol rahasia dan menyebabkan prajurit patung tersebut hidup dan gempa melanda gua.
Arya Bisaka Tejakarta dan Arum Anjani terperangkap di tahun 1300 an. Dimana pada saat itu Kerajaan Mahesapati tengah berkuasa. Arum Anjani ditemukan oleh Prajurit Jubah Hitam dan dibawa ke Kerajaan Mahesapati sedangkan Arya Bisaka Tejakarta bertemu dengan seorang penunggang kuda bernama Arya Teja yang tengah sekarat dan akhirnya mati kemudian diselamatkan oleh Ki Singapanjalu dan Nyai Sekar Asmara.
Ki Singa Panjalu lalu menceritakan tentang Kerajaan Mahesapati dan juga desa Watu Gilang. Di Desa Watu Gilang tengah dilanda wabah penyakit yang ditengarai dilakukan oleh Patih Mahesa Manggala yang merupakan patih dari Kerajaan Mahesapati dengan dibantu oleh prajurit khususnya yakni Prajurit Jubah Hitam yang berjumlah empat orang. Patih Mahesa Manggala ini merupakan orang yang sangat dipercaya Raja Mahesa Rengga. Hal ini terjadi karena Mahesa Rengga telah diperdaya dengan ramuan - ramuan yang dibuat oleh Prajurit Jubah Hitam yang merupakan prajurit bentukan dari Patih Mahesa Manggala
Sedangkan Arum Anjani yang dibawa oleh Prajurit Jubah Hitam kemudian dihadapkan kepada Raja Mahesa Rengga. Patih Mahesa Manggala kemudian menceritakan bahwa kelak Arum Anjani akan menjadi salah satu penyebab kehancuran dari Mahesapati seperti yang dituliskan dalam kitab kuno karya penasehat raja terdahuku, Ki Among Sukmo.
Akan tetapi tampaknya Raja Mahesa Rengga tela jatuh cinta terhadap Arum Anjani sehingga dirinya sengaja mengurung Arum Anjani agar mau dinikahinya. Hal ini sedikit membuat geram Patih Mahesa Manggala namun tidak terlalu dirisaukan.
Sementara itu, Arum Anjani dalam penyanderaannya di istana bertemu dengan Komandan Prajurit yang tengah melakukan ritual menyembah matahari, maka Arum Anjani bertanya tentang apa yang dilakukan Komandan Prajurit. Komandan Prajurit pun menjawab jika dahulu kala Mahesapati sering melakukan upacara ritual menyembah matahari. Dan sebagai penghormatan kepada Dewa Ra atau Dewa Matahari maka lambang kerajaan pun dipakailah Matahari. Namun saat ini semuanya sudah tidak dilakukan lagi hanya Kemandan Prajuritlah yang masih setia melakukan ritual itu.
Di Desa Watu Gilang, semakin hari semakin dilanda wabah yang mengerikan, para penduduknya terserang penyakit misterius. Para penduduk bergantian yang mati. Gejala penyakit tersebut antar lain mutah - mutah, badan menjadi hangat dan akhirnya melepuh.
Ki Djayengrono yang merupakan tetua desa Watu Gilang semakin cemas karena warganya tak kunjung sembuh. Ki Djayengrono menunggu obat yang diambil oleh Arya Teja. Karena dirasa cukup lama, akhirnya Joko Lelono pergi menyusul untuk mencari Arya Teja.
Joko Lelono yang diutus mencari Arya Teja kemudian berjumpa dengan Arya Bisaka Tejakarta. Mereka akhirnya berbicara satu sama lain dan menceritakan bahwa sebenarnya Arya Teja sudah meninggal. Arya Bisaka Tejakarta membawa obat yang dimaksudkan oleh Joko Lelono dan kemudian balik kembali ke Watu Gilang.
Sementara itu, Ki Djayengrono yang mencurigai ada gelagat dari Kerajaan Mahesapati penyebab dari wabah di Watu Gilang kemudian mengeluarkan pusaka Cundrik dan Giok untuk melihat seberapa akurat kecurigaannya. Dan lewat dua benda pusaka itu diketahui bahwa Patih Manggala dan Prajurit Jubah Hitamlah penyebab segala sesuatunya.
Apa yang dilakukan oleh Ki Djayengrono ternyata diketahui oleh Prajurit Jubah Hitam dan Patih Manggala sehingga Ki Djayengrono dan penduduk desa tewas dibantai.
Joko Lelono dan Arya Bisaka Tejakarta yang datang ke Watu Gilang terlambat menyelamatkan desanya yang telah habis terbakar. Namun ternyata ada satu orang Penduduk desa yang selamat dan memberikan pusaka dari Ki Djayengrono. Berangkatlah kemudian keduanya ke Kerajaan Mahesapati.
Mabuk asmara ternyata membutakan mata hati dari Raja Mahesa Rengga hal itu membuat jengkel Patih Manggala. Karena semakin tidak bisa dikendalikan, akhirnya Patih Manggala kemudian meminta kepada Jubah Hitam untuk membuatkan ramuan khusus yang membuat Raja berada di antara hidup dan mati.
Sakitnya Raja yang mendadak membuat Mahesapati gempar, yang kemudian membuat Patih Manggala memerintahkan kepada Komandan Prajurit agar mengamankan Raja Mahesa Rengga di ruang bawah tanah. Hal ini dilakukan karena Patih Manggala mengaku ada pengkhianat yang berkeliaran di istana. Komandan Prajurit pun kemudian memabawa Raja Mahesa Rengga ke ruang bawah tanah. Dan karena sumpah kesetiaannya kepada Raja dan Mahesapati akhirnya Komandan Prajurit dan para penjaga lainnya meminum ramuan Patih Manggala.
Arya Bisaka Tejakarta dan Joko Lelono yang sudah sampai Mahesapati kepergok oleh para prajurit dan juga Prajurit Jubah Hitam. Pertarungan seru pun terjadi. Sempat kewalahan di awal, akhirnya Arya Bisaka Tejakarta berhasil membunuh Prajurit Jubah Hitam serta Patih Manggala.
Ketika tengah memberikan ramuan penawar kepada Raja Mahesa Rengga di bawah tanah, Joko Lelono tewas tertikam tombak dari Nyai Sekar Asmara serta Ki Singa Panjalu. MEreka berdua sengaja menantikan saat Prajurit Jubah Hitam dibunuh terlebih dahulu dan kemudian mencoba mengambil untung dari situ. Ki Singa Panjalu menyandera Arum Anjani agar Arya Bisaka Tejakarta menyerah. Namun ancaman itu tidak terlalu berarti karena dengan sekali tebas Ki Singa Panjalu dan Nyai Sekar Asmara tewas seketika.
Akhirnya Arya Bisaka Tejakarta dan Arum Anjani sampai di ruang bawah tanah. Namun terlambat. Raja dan prajurit sudah menjadi patung. Tinggal Komandan Prajurit yang masih tersisa. Menyadari Arya Bisaka Tejakarta membawa pusaka Giok dan Cundrik maka Komandan Prajurit berseru serta menunjuk sebuah simbol matahari yang ada lubang di tengahnya. Setelah itu Komandan Prajurit pun menjadi batu.
Dari perpaduan antara simbol matahari, giok dan cundrik itulah kemudian Arya Bisaka Tejakarta dan Arum Anjani bisa kembali ke tahun ini dengan selamat. Tugas yang diberikan oleh Dewi Ningsih pun telah usai dikerjakan dalam bentuk kertas berjilid.