Blurb
Faris yang baru saja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencoba kembali bangkit dan berdamai dengan masa lalu.
Di tengah pandemi, sebuah kondisi yang tak bersahabat seolah-olah kian menjauhkannya dari nasib baik mengingat usianya tak lagi muda.
Faris mulai dibayangi rasa takut dan kegagalan. Beruntung, keluarganya hadir memberikan dukungan dan cinta yang sempat ia kira tak lagi ada untuknya.
Premis
Faris, seorang laki-laki tertutup yang baru saja kena PHK berupaya menata kembali hidupnya di tengah-tengah perang dingin dengan kakak dan kakak iparnya selama bertahun-tahun. Akibat pandemi dan tak punya pekerjaan, ia mulai akrab dengan sang kakak ipar yang dia anggap dulu sebagai penyebab kegagalannya.
Karakter
Faris baru saja kena hubungan pemutusan kerja (PHK) akibat pandemi. Di usianya yang telah 35 tahun dan hanya berijazah SMA ia merasa tak memiliki banyak peluang. Gara-gara pandemi pula, ia seolah semakin dijauhkan dari nasib baik. Resume dan CV yang ia kirim belum ada satu pun yang beroleh kabar.
Ia yang tadinya "bebas" menghindari rumah lantaran menyimpan perang dingin dengan kakak dan kakak iparnya dipaksa tak bisa ke mana-mana. Faris yang boros dan punya kontrol rendah tak bisa lari dari kemiskinan. Ia tak punya tabungan. Pesangon yang tak kunjung diberikan pun semakin mempersulit ruang geraknya.
Berupaya bertahan, ia mulai mengendurkan sikapnya terhadap Jamal. Gayung pun bersambut. Faris meminjam uang padanya untuk mengurus berkas-berkas lamaran kerja di samping "menumpang" hidup padanya.
Mulai dari situ, kekakuan demi kekakuan yang berlangsung bertahun-tahun mulai melunak. Jamal yang menyerahkan urusan uang pada Yumi berbicara pada sang istri terkait Faris. Yumi tak keberatan. Ia bahkan membuat Faris mulai banyak bicara padanya.
Semakin lama hubungan mereka kian membaik. Hingga Yumi mulai melihat celah-celah yang membawanya menemui penggerak sikap antipati Faris selama ini. Juga ketakutan-ketakutan Faris yang disembunyikan rapat-rapat.
Yumi pun hadir menjadi sahabat yang sanggup membebaskan Faris dari semua kenelangsaannya. Sehingga Faris mulai percaya bahwa tak ada yang membatasinya dari apa pun. Ia tetap punya segudang peluang.
Di akhir cerita, Faris sadar bahwa peluang yang ia miliki, salah satunya adalah sebagai pembelajaran memaafkan diri sendiri. Keberadaannya di rumah yang tak bisa ke mana-mana menjadi semacam remedial yang membantunya melakukan perbaikan.