Blurb
"Jika memang kematian ialah akhir dari segalanya, Saya hanya ingin sisa-sisa waktu ayah digunakan untuk melakukan hal-hal yang ia senangi, bertemu orang-orang yang ia sayangi agar kematiannya kelak tidak akan menyisakan penyesalan apa-apa bagi arwahnya di surga."
Memerankan sosok ayah sekaligus ibu ialah tugas yang tidak gampang bagi seorang ayah. Rano telah berhasil melaluinya dengan lancar, hingga suatu ketika sebuah kejadian membuat Gilang meninggalkan Rano seorang diri.
Setelah delapan tahun berlalu, Gilang mendapat kabar bahwa waktu Rano tersisa tidak lebih dari satu bulan. Gilang memutuskan untuk pulang menemui ayahnya sebelum semuanya terlambat. Namun, apa yang terjadi tidak seperti yang Gilang bayangkan. Di tengah kondisi kesehatannya yang sangat serius dan membutuhkan perawatan ekstra, Rano meminta Gilang untuk menemaninya bertemu sahabatnya yang bernama Bujang di kota Dumai.
Sebuah cerita 'drama comedy' dengan tema 'road trip' yang menghibur dan menggugah hati antara ayah dan anak dengan watak yang sangat bertolak belakang.
Karakter
RANO (60 tahun) ialah seorang duda dan mantan pengusaha sukses. Di usia satu tahun pernikahannya, mantan istri meninggalkannya bersama seorang anak laki-laki bernama GILANG yang saat itu masih berusia tiga bulan. Semenjak itu, Rano memerankan dua sosok sekaligus, yaitu ayah dan ibu. Tidak hal mudah, tidak juga hal yang susah bagi Rano. Kekecewaannya pada sang mantan suami mampu tertutupi oleh kasih sayangnya yang teramat besar kepada Gilang.
Gilang kemudian tumbuh menjadi anak yang cerdas, berbakat, dan terutama sekali, sangat menyayangi ayahnya. Dari kecil, Gilang sering ikut ayahnya trip ke luar kota untuk urusan bisnis ayahnya. Mereka tumbuh menjadi sepasang ayah dan anak yang sangat akrab, seperti sepasang sahabat.
Di saat Gilang mulai beranjak remaja, usaha Rano menemui titik bangkrut, ditambah lagi utang-utang dari partner kerjanya yang tak kunjung dibayar, sebagian kabur ke luar kota. Salah satu dari mereka ialah BUJANG, sahabat yang sudah ia anggap seperti saudara sendiri. Kebangkrutan dan kekecewaan terhadap banyak pihak membuat Rano lari ke minuman keras, sehingga menjadikannya seorang alkoholik. Gilang terlantarkan. Sosok panutannya telah berubah menjadi seorang asing yang begitu ia benci.
Sering kali Gilang bertanya perihal ibunya, namun Rano selalu saja punya cara untuk mengalihkannya. Sampai suatu ketika, di saat Gilang berusia 19 tahun, Gilang bertanya kembali perihal ibunya. Saat itu, Rano sedang mabuk berat yang mengakibatkan sebuah pertengkaran hebat, sehingga Gilang memutuskan untuk pergi dari rumah dan merantau ke Jakarta untuk menggapai mimpinya menjadi seorang penulis skenario film.
Delapan tahun berlalu, Gilang berhasil menjadi salah satu penulis skenario terbaik dan diperhitungkan di industri film. Hal itu membutakannya, dan tanpa ia sadari ia telah melupakan ayah dan kampung halamannya, ditambah lagi ia telah memiliki seorang kekasih bernama LARAS (25 tahun). Sementara itu, Rano, selama delapan tahun hidup kesepian dengan rasa sesal dan rindu yang terus menghantuinya.
Suatu hari, RIA (55 tahun), adik Rano mengabarkan Gilang bahwa Rano mengidap penyakit kanker paru-paru stadium akhir. Usianya tersisa sebulan. Setelah melalui pergulatan batin yang cukup dalam ditambah lagi dengan hubungannya bersama Laras yang hampir kandas, Gilang akhirnya memutuskan untuk pulang. Namun, sesampainya di rumah, Rano meminta Gilang untuk menemaninya menemui Bujang di kota Dumai. Setelah melalui perdebatan yang panjang, Gilang akhirnya mengabulkan permintaan Rano.
Perjalanan dimulai. Di sepanjang perjalanan banyak hal-hal konyol dan kekanak-kanakan yang dilakukan Rano. Hal tersebut ia lakukan karena ia sedang berusaha mengembalikan keakraban yang telah hilang antara mereka. Ternyata yang dilakukan Rano tersebut membuat Gilang risih. Apalagi sampai mencampuri urusan pribadinya dengan Laras. Namun, tak disangka, yang dilakukan Rano malah membuat hubungannya dengan Laras menemui titik terang.
Puncaknya ialah ketika Gilang sedang mencari montir untuk memperbaiki mobil mereka yang sedang rusak. Rano yang terlihat bosan menunggu Gilang, ikut serta ke Panorama Puncak Ulu Kasok dengan sekumpulan anak hippie yang kebetulan lewat . Ketika Gilang menyusul, Rano terlihat tidak bersalah sama sekali. Gilang semakin kesal. Akan tetapi, alam mampu meredakan suasana di antara mereka. Gilang mengesampingkan egonya dan meminta maaf kepada Rano. Terjadi percakapan dari hati ke hati tentang kesalahan masing-masing selama delapan tahun terakhir. Hubungan Rano dan Gilang menemukan titik terang. Keakraban di antara mereka kembali terjalin seperti dulu. Tidak hanya hubungan Gilang dengan Rano yang membaik, hubungan Gilang bersama Ajit, sahabat seperjuangannya pun membaik. Gilang merasa lega akan banyak hal. Ia mulai menikmati perjalanan tersebut.
Keesokan harinya, mereka sampai di rumah Bujang. Rano bertemu seorang laki-laki bisu bernama AWAL (17 tahun) yang merupakan anak angkat Bujang. Awal menyerahkan sebuah amplop berisi uang serta sepucuk surat yang ditulis Bujang sebelum ia meninggal dunia dua tahun yang lalu. Hal tersebut menimbulkan kesedihan yang luar biasa yang mengakibatkan Rano jatuh pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.
Rasa takut dan sesal kian menyelimuti Gilang. Namun, ketika ia dihadapkan dengan dokter Iqbal yang sedang menangani Rano, ketakutan dan rasa sesal itu perlahan mereda, sebab ia sadar perjalanan yang telah ia lakukan dengan ayahnya bukanlah sebuah kesalahan, melainkan sebuah rasa syukur, karena ia tidak membiarkan ayahnya terbaring di rumah sakit di hari-hari terakhirnya.
Semangat Gilang semakin besar tatkala Rano memintanya untuk tidak berlama-lama lagi di rumah sakit. Sebelum menuju pulang, Rano dan Gilang ditemani Awal menyempatkan diri untuk melayat ke kuburan Bujang. Di perjalanan pulang, Rano mengajak Gilang untuk menginap di sebuah penginapan bernama VILLA INDAH, karena ada satu hal terakhir yang ingin ia sampaikan kepada Gilang.
Pagi hari sebelum keberangkatan, Rano menangis terisak-isak di atas sebuah tebing yang menghadap ke sebuah rumah sederhana. Terlihat seorang anak kecil sedang bermain bola ditemani wanita bernama LENA (60 tahun). Rano mengisyaratkan kepada Gilang bahwa Lena itu ialah ibunya. Sosok yang selama ini menjadi misteri terbesar bagi Gilang. Gilang menghampiri Lena dan anak kecil yang juga bernama Gilang tersebut. Tidak ada dialog langsung, hanya ekspresi dan air mata yang mengungkapkan penyeselan, terima kasih, dan kelegaan di antara Gilang dan Lena serta Rano yang menyaksikan momen tersebut dengan penuh haru.
Malam itu, mereka telah sampai di rumah. Rano mengungkapkan kelegaannya kepada Gilang. "Sekarang ayah sudah bisa pergi dengan tenang." Beberapa minggu kemudian, Gilang yang akan kembali ke Jakarta sedang berada di kamar Rano, ia menemukan sepucuk surat dari Bujang di kantong kemeja RAno. Voice Over surat tersebut mengiringi perjalanan Gilang memulai lembaran baru dalam kehidupannya hingga ia menulis skenario film terbaru berjudul, "SAMPAI NANTI, SAMPAI KITA BERTEMU KEMBALI"