SEBUAH SKENARIO FLIM DARI NOVEL CORONA DITANGAN MANUSIA

Oleh: Rizal Azmi

Blurb

Arsil merupakan seorang dokter spesial paru yang baru saja lolos dari pendidikan spesialis dan langsung ditempatkan bekerja di Rumah Sakit Dr. Murjani Sampit. Satu bulan setelah bekerja, wabah corona masuk ke Indonesia, Presiden pun mengumumkan Indonesia sudah terpapar. Seluruh dokter diminta untuk menjadi garda terdepan dalam melawan pandemi ini, termasuk Arsil dan kawan-kawan. Setelah 5 bulan lebih, Arsil dinyatakan positif kena corona, kondisinya semakin menurut hingga ia meninggal. Saat jenajahnya ingin dimakamkan disamping kakeknya, seluruh warga kampung menolak dengan alasan takut menyebarkan virus. Pihak keluarga dibantu rumah sakit sudah berdiskusi dengan warga. Tapi tetap ditolak. Akhirnya tepat jam 1 malam, Arsil dimakamkan di makam pahlawan. Sedangkan keesokan harinya pemakan umum tersebut banyak mendapatkan kiriman bunga sebagai bentuk kecaman. Warga menyesal, takut jika kemudian sakit akan ditolak berobat.

Premis

Arsil, seorang dokter spesialis paru yang sejak wabah corona masuk dijadikan bagian garda terdepan, kemudian Arsil positif terpapar corona hingga gugur, dan jenajahnya ditolak untuk dimakamkan di pemakaman desa.

Karakter

Peran media sosial saat ini sudah sangat meluas dan mewabah. Banyak orang yang lebih suka berkutat dengan akun sosmed daripada kehidupan nyatanya, tak terkecuali Varrel, seorang pelajar SMA yang suka sekali memamerkan konten mukbang dan makan-makan di sosmed. Meskipun dia melakukannya hanya untuk mengisi waktu luang, tak seperti sahabatnya Rangga, yang merupakan youtuber sukses dengan banyak subscriber. Dari konten youtube-nya, Rangga bisa memiliki banyak penghasilan.
Varrel ingin sekali bisa menjadi youtuber dengan banyak subscriber, tetapi apatah daya cita-citanya tak mendapatkan dukungan positif dari ibu kandung. Dia justru ditegur dan dinasihati bahwa tak baik memamerkan acara makan-makan dan membuat konten mukbang. Sebab, di luar sana masih banyak orang yang kesulitan keuangan, bingung hari ini mau makan apa.
Memang di zaman modern ini semua hal sangat cepat tersiar melalui media. Dalam hitungan detik, berita yang berasal dari kampung sudah bisa sampai ke mancanegara. Begitu pun sebaliknya. Kalau dulu butuh waktu berminggu-minggu agar bisa sampai ke kampung sebelah. Sekarang tidak lagi. Jangankan kampung sebelah, negara yang tak tahu ujung pangkalnya pun masyarakatnya bisa tahu berita terkini.
Adanya sosmed yang semakin merajai dunia, tidak selalu berdampak buruk, ada pula baiknya. Misal, jadi tahu perkembangan berita sehingga tidak sampai ketinggalan zaman. Mulai dari informasi mengenai sistem kesehatan di tiap negara yang biasa ditonton oleh kakak kandung Varrel, Arsil. Hingga berita trending dan terhits yang sama sekali tak ada unsur edukatif dan mendidiknya, seperti video mengenai seorang pria yang menyantap beberapa ekor anak tikus hidup-hidup atau tentang seorang wanita yang memakan sop kelelawar di sebuah restoran. Acara mana yang biasanya lebih laku keras daripada berita bermutu yang ada unsur edukatifnya.
Berita-berita seperti memakan anak tikus dan sop kelelawar itulah yang paling banyak peminatnya, tak terkecuai Varrel dan Ibu Tria, ibu kandungnya. Bahkan, Ibu Tria sampai tak memikirkan kesehatan sendiri demi bisa menyaksikan konten tersebut. Dia seolah lupa bahwa memiliki penyakit jantung yang bisa kambuh kapan saja jika kaget dengan hal-hal yang di luar kelaziman.
Maraknya pemberitaan mengenai sop kelelawar yang dikonsumsi manusia, seiring dengan santernya informasi terkini mengenai virus yang mewabah di dunia, yang dimulai dari Wuhan. Corona, yang notabene virus yang berasal dari kelelawar kini telah menjangkit dunia. Tak tanggung-tanggung, dalam kurun waktu empat bulan, masyarakat global yang terinfeksi sebanyak 786.291. Dengan catatan angka kematian sebanyak 37.820 jiwa di dunia.
Arsil, yang notabene berprofesi sebagai dokter paru-paru, harus sigap berada di garda terdepan dalam menangani virus mematikan ini. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk mengemban tugas negara, merawat mereka yang terinfeksi hingga sembuh sesuai sumpah profesinya.
Dia sudah berhati-hati dalam bertugas, mengenakan alat pelindung diri sesuai protokol kesehatan. Namun, pada saat tak bertugas, dia sedikit teledor. Dia kurang mengindahkan imbauan pemerintah untuk di rumah saja jika tak ada keperluan mendesak. dr. Arsil malah memilih makan di luar bersama rekan seprofesinya, dr. Kenzi.
Di sinilah malapetaka itu bermula. dr. Arsil diduga kuat positif corona. Dia menderita batuk hebat yang disertai sesak napas dan nyeri dada hingga menyebabkan tubuh letih dan raga lemah.
dr. Arsil diisolasi di rumah sakit demi memastikan apakah dia benar terinfeksi atau tidak bersama rekan-rekan yang pernah berinteraksi langsung dengannya sembari menunggu hasil rapid test keluar.
Tak lama setelah hasil rapid test keluar, yang memang hasilnya positif corona, dr. Arsil meninggal dunia. Tubuhnya tak lagi kuat menanggung beban.
Mendengar kabar kematian dr. Arsil, keluarga benar-benar tak siap. Mereka histeris luar biasa. Bahkan, Ibu Tria sampai pingsan saking syoknya.
Namun, cobaan yang dihadapi keluarga tak sampai di situ, warga masyarakat tempat dr. Arsil dibesarkan, menolak keras pemakaman dr. Arsil dilakukan di daerah setempat. Mereka khawatir, virus corona akan cepat tersebar meskipun sudah dikebumikan.
Banyak halangan dan rintangan yang dihadapi sehubungan dengan pemakaman dr. Arsil. Sampai menemukan solusi terbaik, yakni dimakamkan di pemakaman umum milik pemda.
Namun, media mengekspos warga setempat yang menolak keras pemakaman dr. Arsil dilakukan di daerahnya. Berita sampai ke mana-mana, menghiasi media massa. Memberikan sanksi sosial kepada mereka yang menolak pemakaman seorang pejuang medis.
Lihat selengkapnya