Blurb
"Kalau ayah sudah tiada, tolong titip Bara, ya. Dia anak yang baik, kalian tidak boleh membencinya." suara ayah lirih di atas pembaringannya. Aku hanya terduduk lesu di pojok kamar dengan air mata yang menetes.
"Ayah jangan berkata seperti itu. Ayah harus sembuh, ya. Soal Bara, Ayah tenang saja. Kita semua menyayanginya, kok. Bara juga sudah dewasa, Yah. Ayah tidak usah mengkhawatirkannya. Sekarang Ayah tidak usah banyak pikiran, biar Ayah cepat sehat." Ucap Kak Linda, kakak pertamaku sambil memegang tangan ayah. Kak Linda kemudian melirik padaku diikuti tatapan delapan saudaraku yang ada di ruangan kamar ayah dengan bola mata mereka yang berkaca-kaca, dan tatapan mereka membuatku tidak enak hati, aku pun bangkit dan mengusap air mataku di pipi lalu berjalan keluar dari kamar ayah dan duduk di ruangan tengah. Tidak lama berselang, Kak Linda datang menghampiri lalu duduk tidak jauh dariku.
"Kamu dengar sendiri kan, Bara. Lagi sakit parah saja, ayah masih mengkhawatirkanmu, bukan ketiga adikmu. Harusnya kamu sadar, Bara, Kamu itu anak yang paling disayang sama ayah, tapi apa yang sudah kamu lakukan sama ayah? Kamu hanya anak tidak berguna yang kerjaannya hanya merepotkan orang tua saja." Ucap Kak Linda lalu bangkit dan pergi ke luar rumah menghampiri anaknya yang sedang bermain di halaman. Ucapan Kak Linda itu semakin menyayat hatiku.