Blurb
Awalnya hanya pekerjaan. Tapi, semenjak kejadiaan naas merenggut sebagian hidup Lidya, pola pikirnya pun berubah. Ditambah beban hidup yang kian menumpuk tak teratasi membuat Lidya benar-benar yakin dengan jalan yang akan ia ambil.
Ia kehilangan suaranya alias menjadi orang bisu. Minder jika berdekatan dengan orang lain yang mempunyai fisik sempurna. Traumanya terhadap laki-laki kian parah lantaran sang ayah melampiaskan kemarahannya pada Lidya yang saat itu kondisinya masih lemah. Didekap rasa stress yang terus membuatnya sangat tertekan.
Lalu, kabar kematian orang tuanya terdengar. Entah mengapa, Lidya justru senang dan hidupnya jauh lebih indah dan tenteram. Hidup dikelilingi harta berkat mereka. Ia melampiaskan rasa bosannya untuk berfoya-foya karena dipecat dari pekerjaannya Lidya sangat menikmati hidup barunya kini.
Tapi, hal itu tak berlangsung lama. Sedikit demi sedikit, terkuak siapa yang membunuh orang tua Lidya dan juga pelaku yang membuatnya menjadi gadis bisu. Akankah Lidya sanggup mendengar kenyataan itu?
Premis
Awalnya hanya sebuah pekerjaan, tapi lama-kelamaan Lidya memanfaatkannya untuk membalas perbuatan orang terdekatnya dengan cara keji. Lidya yang dikenal tangguh harus menjadi buas karena ulah orang tuanya sendiri. Padahal ia hanya ingin diperhatikan oleh mereka dan diberi kasih sayang layaknya anak lain. Sebuah pembalasan dendam yang akhirnya menuntun Lidya menjadi seorang pembunuh.
Karakter
Awalnya mencoba bertahan di tengah peliknya hidup bersama orang tua. Terus mengusahakan yang terbaik agar kehadirannya diperhatikan oleh mereka. Sayangnya, sampai Lidya kehilangan suaranya pun mereka tetap tidak mempedulikannya.
Kelakuan ayahnya yang suka marah dan membanting barang-barang di rumah kian menjadi hari demi hari. Ibunya kewalahan menghadapi sikap suaminya yang tak kunjung membaik sesuai ekspetasi.
Ditambah beban hidup Oliv yang masih berada dalam gendongan sang ibu. Membuatnya mau tak mau harus memprioritaskan hidup anak bungsunya terlepas dari kekejaman sang suami dalam rumah tangga mereka. Lidya sudah besar tapi tidak diperbolehkan tinggal sendiri di luar sana. Batinnya terluka acap kali melihat ayahnya lagi-lagi marah karena terganggu dengan suara Oliv yang akhir-akhir ini sering rewel.
Pekerjaan menumpuk dan permasalahan hidup dalam keluarganya yang kian memburuk membuat Lidya mencari cara agar bisa keluar dari sana. Dengan menginap di kosan Anes—teman sekaligus sahabat sepekerjaan membuat perasaan Lidya sedikit tenang. Perlahan, beban yang ia pikul pun berkurang. Setelah menuntaskan pekerjaannya, Lidya meminta cuti kepada atasan dalam kurun waktu beberapa hari.
Kesempatan itu digunakan untuk berlibur, terlebih ketika Arya—teman satu tongkrongannya mengajak Lidya hangout bersama teman-temannya. Gratis pula. Lidya mana mau menyia-nyiakan hal itu.
Belum ada sehari, Lidya harus mengalami musibah yang membuat pita suaranya rusak akibat ulah seseorang yang tidak dikenal. Mendekam di rumah sakit sembari memikirkan biaya yang pastinya sangat mahal. Jika orang tuanya tau, mereka pasti akan marah bukannya mencurahkan kasih sayang. Dan benar saja. Begitu ayahnya masuk, segala perabotan dibanting hancur ke lantai. Ibunya kewalahan hanya bisa diam melihat suaminya melampiaskan kemarahannya pada anak sulung mereka. Terlebih dua hari yang lalu, pria itu baru saja berbuat kasar kepada Oliv. Rasanya, berat sekali harus mengurus dua anak sekaligus dalam waktu dan tempat yang berbeda.
Keseharian Lidya diisi dalam suasana hening. Traumanya pada laki-laki semakin menjadi karena ulah ayahnya. Pikirannya berkecamuk. Bingung harus membayar dengan apa biaya rumah sakit beserta fasilitas yang dirusak ayahnya. Sementara uangnya yang berada di bank terhitung masih sedikit. Ingin meminta tolong pun tak sanggup.
Akhirnya, cara keji Lidya ambil dengan segenap jiwa raga. Membunuh orang demi mendapat asuransi dari perusahaannya. Dengan begitu, Lidya tidak perlu repot-repot kerja cari uang sampai larut malam. Ya, hanya dengan membunuh satu orang saja, satu orang yang ia benci, beban hidupnya akan berkurang lagi.
Namun, Lidya tidak tau jika hal itu membuatnya kecanduan. Candu melihat genangan darah beserta mayat seseorang yang berhasil memporak-porandakan hidupnya. Lidya tidak salah ‘kan membasmi mereka yang tak layak menampakkan diri di muka bumi? Populasi manusia beban masyarakat akan berkurang berkat kerja keras Lidya. Harusnya mereka bersyukur bukan?
Nyatanya, kesenangan Lidya hanya bertahan sebentar. Baru membunuh 5 orang, dirinya harus berhadapan dengan polisi. Untuk membungkam mulut mereka, Lidya kehabisan uang karena digunakan untuk berfoya-foya. Ia harus membunuh satu orang lagi agar bisa meringankan hukumannya kelak.
Dan pilihannya jatuh pada pria yang menjadi incarannya sejak dulu, Moka Gustoro. Pria yang merenggut kesuciannya dengan cara keji sekaligus memutus pita suaranya sampai bisu seperti sekarang ini. Beruntung Lidya berhasil mendapatkan data diri pria itu dengan dibantu oleh Arya yang bekerja sebagai polisi. Lidya pun meminta izin untuk pulang barang sehari demi melancarkan aksinya itu.
Terakhir ketika Lidya hendak menggorok leher pelaku pemerkosaannya dulu, Arya beserta tim datang dan menahan keduanya. Mereka mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatan yang mereka kerjakan selama ini. Lidya berakhir mendekam di penjara.