Tinta Darah

Oleh: Risna Pramesti

Blurb

"Tulis semua itu dengan darahmu!"

"Tuangkan semua penyiksaan yang kamu terima dari kami dalam bentuk tulisan, dengan darahmu sebagai tintanya."

Begitulah kata paman dan bibi di rumahku tadi malam. Mereka menyiksa dan menyekapku saat aku tiba di rumah seminggu yang lalu. Namun, itu tidak akan berlangsung lama, karena aku bertekad darah merekalah yang nantinya akan kering sebentar lagi.

Premis

Seorang penulis disekap serta dianiyaya oleh paman dan bibi di rumahnya. Dia juga diminta menuliskan kisahnya itu menggunakan darahnya sebagai tinta.

Karakter

Ranaya seorang penulis pemula yang baru memulai karir karena depresi setelah ke dua orang tuanya meninggal dalam.kecelakaan pesawat. Ketidak mampuannya dalam mengelola bisnis sang ayah, membuat kekayaan keluarga Ranaya merosot drastis di tangannya. Hingga dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus warisan yang tersisa, yaitu sebuah rumah besar di Lembang.

Hanya menulislah harapan Ranaya untuk bertahan hidup seorang diri. Meski masih memliki Paman dan Bibi, Ranaya segan bergantung pada mereka. Mendiang orang tua Ranaya sangat angkuh dan sombong hingga memutus komunikasi dengan keluarga satu-satunya Paman dan Bibi yang tinggal di Indonesia. Ranaya bahkan tidak ingat dengan wajah paman dan bibi karena keluarganya pindah ke Seattle saat dia berumur dua tahun.

Sayangnya karena masih Pemula, Ranaya belum punya nama. Jangankan di terima penerbit mayor hingga menjadi best seller. Kelihaiannya dalam melukis lewat kata-kata juga belum mampu menyedot perhatian pembaca dari berbagai platform menulis.

Setibanya di rumah, Ranaya disambut oleh Paman dan bibi yang bernama Mang Dodi dan Bi Elin itu. Merekalah yang mengurus rumah, setelah orang tua Ranaya meninggal dunia. Mereka paman dan bibi yang sangat baik meski keluarga Ranaya tidak memperlakukannya dengan baik.

Ranaya cukup lega, permintaan maafnya diterima. Mereka saling bertukar cerita, dan Ranaya pun menceritakan tentang kesibukan barunya sebagai penulis pemula. Suasana begitu mencair dan hangat, meski yang pernah terlontar dari mulut orang tua Ranaya sangat kelewatan.
Bahkan Mang Dodi menyarankan sebuah ide cerita yang mungkin bisa mendongkrak karir Ranaya, yaitu tentang seorang penulis yang disekap dan disiksa di rumahnya oleh paman dan bibi. Ranaya menanggapinya dengan antusias, karena itu sebuah ide yang luar biasa.

Ranaya juga langsung menghubungi sahabatnya Lissa untuk segera berkunjung ke rumahnya.

Keesokan harinya Lissa datang sesuai dengan janji yang telah sepakati. Tapi ternyata kata sepasang suami istri di rumah Ranaya, dia sedang tidak di rumah. Lissa kesal karena Ranaya yang mengundangnya tapi dia malah pergi. Padahal Ranaya sudah menanti-nanti kedatangan Lissa di rumahnya. Dua sahabat itu kebingungan karena Ranaya sebenarnya ada di rumah. Dia tidak kemana-kemana karena menunggu Lissa, hingga tertidur setelah minum teh yang dibawakan bibi.

Hal aneh mulai terjadi. Lissa yang merasa gelisah kembali ke rumah Ranaya keesokan harinya. Lagi-lagi dia bertemu dengan sepasang suami istri yang tidak Lissa kenali. Mereka bukanlah orang yang Lissa temui saat pertama Lissa meminta mereka mengurus rumah Ranaya. Mereka bukan paman dan bibi.

Menyadari kecurigaan Lissa yang membahayakan, dua orang suami istri itu secara spontan membunuh Lissa dan menyembunyikan mayatnya di halaman belakang.

Ranaya dalam bahaya, dia mulai menaruh curiga. Tapi yang ada Ranaya justeru disekap dan disiksa. Apa yang Mang Dodi palsu sarankan sebagi ide cerita, ternyata memang sebuah rencana. Mereka adalah teman dari paman dan bibi asli yang sedang terlilit hutang. Mereka butuh uang, dan merebut warisan Ranaya adalah jalan keluar. Tentu saja setelah mereka menghabisi paman dan bibi asli sebelum kedatangan Ranaya.

Tidak hanya itu, mereka benar-benar meminta ranaya menuliskan kisah penyiksaannya dalam bentuk cerita menggunakan darah Ranaya sebagai tintanya. Tentu saja karena bisa menambah pundi-pundi uang yang akan mereka dapatkan.

Ranaya diujung kematian. Tak ada yang bisa menolongnya karena semua alat komunikasi telah diputus. Bahkan kurir belanjaan online yang sempat Ranaya pesan sebelum disekap, hanya melirik ketika mendengar teriakan Ranaya.

Tidak ada pilihan lain kecuali melawan sebisanya. Ranaya bertekad, darah merekalah yang harusnya mengering. Di ujung sisa napas, perlawanan Ranaya membuahkan hasil. Semangat hidupnya tak terkalahkan. Mayat sepasang suami istri itu pun bertumpuk di dapur.

Polisi akhirnya datang. Ranaya tidak tahu siapa yang memanggilnya, dan ternyata itu adalah kurir yang diam-diam menaruh curiga. Ranaya selamat.

Kisah Ranaya menyebar ke seluruh penjuru negeri bahkan dunia. Novel penyiksaannya itu laku keras dengan judul Tinta Darah. Ranaya kini menjadi penulis terkenal.
Lihat selengkapnya