Blurb
Di usianya yang sudah 35 tahun, Meira merasa tak butuh siapa pun di hidupnya selain dirinya sendiri. Namun, pesan terakhir ibunya sebelum meninggal membuatnya terpaksa mengadopsi dua anak dari panti asuhan. Mia yang berumur lima belas tahun, dan adiknya, Deo yang masih berumur lima tahun.
Tentu saja, Meira tak pernah berniat menjadi ibu yang baik bagi kedua anak itu. Bagi Meira, mereka hanya calon perawat jika dia sakit-sakitan di usia tua dan jaminan masa tua agar dia tidak mati sendirian dan kesepian.
Namun, seiring waktu, Meira mulai terganggu dengan kehadiran mereka. Mungkin karena Mia yang sabar merawatnya ketika dia sakit. Mungkin karena Deo yang polos terus mencarinya jika tak melihatnya. Mungkin karena panggilan ‘Mama" yang terus didengarnya dari anak-anak itu.
Bagi Meira, anak-anak itu benar-benar mengganggu.
Premis
Meira mengadopsi Mia dan Deo untuk memenuhi wasiat mendiang ibunya dan membuat dua anak itu menjadi perawat dan jaminan masa tuanya agar tidak kesepian. Namun, ketika Meira pikir dia akan meninggal karena sakit, dia justru kehilangan Deo dan Mia ketika dia mulai menyayangi anak-anaknya itu.
Karakter
Di usianya yang sudah 35 tahun, Meira merasa tak butuh siapa pun di hidupnya selain dirinya sendiri. Namun, pesan terakhir ibunya sebelum meninggal membuatnya terpaksa mengadopsi dua anak dari panti asuhan. Mia yang berumur lima belas tahun, dan adiknya, Deo yang masih berumur lima tahun.
Tentu saja, Meira tak pernah berniat menjadi ibu yang baik bagi kedua anak itu. Bagi Meira, mereka hanya calon perawat jika dia sakit-sakitan di usia tua dan jaminan masa tua agar dia tidak mati sendirian dan kesepian.
Ketika pertama datang ke rumah pun, Deo selalu membuat masalah. Mulai dari masuk ke dapur khusus memasak kue milik Meira, hingga mencuri makanan dari kulkas untuk diberikan pada kucing. Meira sudah cukup dipusingkan karena usaha bakery terancam karena ada salah satu baker yang divonis covid.
Sembari berusaha menyembunyikan kasus covid yang memang tak dipercaya oleh Meira itu, Meira harus mengurus dua anak merepotkan di rumahnya. Seolah itu belum cukup, Meira harus bertemu tetangga yang berebut kucing dengan Deo.
Meira akhirnya menyewa pengasuh untuk mengurus kedua anak itu. Meira kembali pada kesibukan mengurus toko bakery-nya, sementara anak-anaknya semakin dekat dengan tetangganya, Satya, pria gondrong yang alergi kucing, tapi memelihara kucing. Meira sendiri awalnya tak begitu suka dengan penampilan pria itu, tapi anak-anaknya justru dekat dengan tetangganya itu.
Hingga suatu hari, Meira memergoki pengasuh anak-anaknya bersikap kasar dan memukul Deo. Meira marah dan langsung menuntut pengasuhnya. Hubungan Meira dan anak-anaknya mulai dekat. Namun, Meira kemudian mendapat kabar jika sekretarisnya positif covid. Meira tidak ingin percaya, tapi khawatir akan membahayakan anak-anaknya. Akhirnya, Meira menjalani tes dan isolasi diri di kamar
Perhatian anak-anaknya yang merawatnya ketika sakit mulai meluluhkan Meira. Hingga tiba-tiba, Deo jatuh pingsan. Meira yang sedang dalam masa isolasi tak berani mendekati anaknya dan panik memanggil tetangganya dari balkon, tapi hanya Satya yang datang. Satya menolong Deo dan bersama Mia pergi ke rumah sakit.
Meira tak bisa tenang sampai dia mendapat telepon jika hasil swabnya negative dan Meira segera menyusul ke rumah sakit. Meira langsung shock ketika mendengar Deo mengalami pendarahan di kepala akibat benturan keras. Ditambah, ternyata Deo positif covid, begitu pun dengan Mia.
Meira terpukul ketika Deo kritis dan nyawanya tak bisa diselamatkan. Dan ketika mendengar kabar Mia yang juga kritis dan masuk ICU, Meira jatuh pingsan.
Ketika terbangun, Meira mendapati dirinya berada di kamarnya. Meira langsung turun mencari anak-anaknya, tapi tak ada siapa pun rumahnya. Meira terkejut ketika Tita datang ke rumahnya dan mengajak ke panti asuhan. Meira seketiak mengalami dejavu.
Semua berulang, kembali seperti awal, seolah direset. Tidak ada pandemi dan semua baik-baik saja. Ketika Meira bisa melihat Deo dan Mia dan rumah sakit, Meira berharap dalam hati jika ini bukan mimpi. Dan meskipun ini hanya mimpi, dia tidak ingin bangun lagi. Dia tidak ingin merasakan kehilangan lagi.
End