Empat tahun sudah dilalui Misha tanpa partner hidup yang sudah menemaninya hampir lima belas tahun. Rasanya berat sekali bagi Misha menjalani peran sebagai orangtua sendirian. Keadaan itu bukanlah keadaan yang diharapkan Misha. Bahkan ia sering kali meminta pada Tuhan agar ia yang dipulangkan lebih dulu daripada suaminya. Namun, Tuhan berkehendak lain. Untuk satu permintaan Misha itu tak diwujudkan oleh-Nya. Dan Misha harus melewati status dan keadaan yang baru, begitu berat dan asing baginya.
Seperti biasa, di hari jum`at, Misha akan mengunjungi makam mediang suaminya. Hanya untuk menceritakan apa yang terjadi dengannya, termasuk kejadian seseorang dari masa lalu Misha yang kembali datang satu tahun terakhir ini. Ia juga menceritakan bagaimana perkembangan anak-anak mereka.
Sendiri selalu menjadi pilihan Misha setiap kali mengunjungi makam Kevin, mediang suaminya. Meskipun putra sulungnya beberapa kali menawarkan untuk menemani, tapi Misha tetap memilih berangkat sendiri dengan mio kesayangannya.
“Mas, dulu kita pernah saling sepakat, kan? Bahwa siapapun yang pergi lebih dulu, dia harus siap dan tetap melanjutkan hidup, kan?” tanya Misha pelan sambil menaburkan bunga diatas pusara sang suami. Misha sadar, pertanyaannya hanya akan dijawab oleh angin lembut yang membelai wajahnya. “Ini udah tahun ke empat tanpa kamu, mas. Kehilangan mu aku gak pernah siap. Tapi aku bisa membuktikan ke kamu kalau aku bersama anak-anak tetap bisa melanjutkan hidup.” Lanjut Misha sambil menahan air matanya untuk tidak menetes di atas pusara Kevin. “Aku ijin menjaw...