Allena dan Anggur Merah

Oleh: bomo wicaksono

Namaku Allena. Aku tinggal di sebuah rumah kontrakan milik John yang berada di kampung di pinggiran ibu kota bersama tiga temanku. Rumah Atlanta namanya.

John pernah cerita padaku kalau dulunya dia adalah anak seorang pengusaha sukses dan kaya di kampungnya. Setelah orang tuanya meninggal, dia mendapat harta warisan lebih banyak dari saudara satu-satunya, meski mereka laki-laki semua. Harta warisan itu kemudian dipakainya untuk bisnis properti. Salah satu propertinya dikembangkan menjadi rumah kontrakan semi mewah dan diberinya nama Rumah Atlanta ini.

Namun, akibat dari pembagian harta warisan tersebut hubungan antara John dengan saudaranya jadi merenggang. Ada rasa tidak senang, iri, sekaligus kecewa dari saudaranya itu hingga mereka jarang bertegur sapa. Tapi John terus berusaha mendekati saudaranya agar mau membantu bisnisnya dengan sejumlah imbalan tentunya. Karena John sendiri tidak begitu pandai berbisnis. 

Hubungan mereka selanjutnya sedikit membaik karena saudara John mau membantunya meski kata John perasaan tidak senang dari saudaranya itu masih ada. Hal itu dilihat dari pembagian keuntungan yang sering tidak sesuai perjanjian dengan alasan yang tidak jelas.

John juga mempunyai kebiasaan yang buruk, yaitu suka berfoya-foya. Hampir saja dia menghabiskan uangnya hanya untuk menuruti kesenangannya. Termasuk dengan para penghuni rumah kontrakannya. Dan di antara teman-temanku, akulah yang paling menarik perhatian dan paling dekat dengan John. Bisa dibilang John lebih suka padaku. Dari situlah John sering bercerita padaku tentang diri dan keluarganya.

Namun, saudaranya membiarkan saja kelakuan John yang suka berfoya-foya. Toh dia juga mendapat uang dari bisnis itu. Bahkan dia mengambil keuntungan lebih besar dari yang diberikan pada John. Aku tahu hal itu dari cerita John juga. Dia suka mengeluh karena uang yang diberikan oleh saudaranya itu terbilang sedikit. Apalagi jika digunakan untuk menuruti kesenangannya, selalu kurang. 

Rumah kontrakan Atlanta yang aku tempati ini memiliki empat kamar tidur cukup luas dengan kamar mandi masing-masing di dalam. Terdapat dapur yang menyatu dengan ruang makan di pojok ruangan sehingga menambah kesan unik rumah Atlanta tersebut.

Ruang tamu pun didesain mirip sebuah mini bar dengan meja panjang melengkung dan kursi-kursi tinggi sebagai ciri khasnya. Sebuah televisi flat 42 inchi terletak di atas buffet dengan seperangkat alat pemutar musik di dalamnya. Satu set sofa dengan meja kecilnya juga tersedia di ruangan itu untuk kenyamanan orang-orang yang bertamu sambil melihat televisi atau sekedar mendengarkan alunan musik.

Sebuah repro lukisan foto Marlyn Monroe dengan ke dua tangan menahan gaun bagian depan yang sedikit tersingkap tertiup angin dipajang di dinding depan. John pun menggaji seorang pelayan atau pembantu rumah tangga untuk merawat dan membersihkan rumah dan halaman beserta seluruh perabotan yang ada. Paijo namanya. Namun, aku dan teman-teman sering memanggilnya Ijo.

***

Aku bersama ke tiga temanku yang bernama Alexis, Dolly, dan Cindy sudah satu tahun lebih tinggal di Rumah Atlanta. Mereka semuanya pendatang yang berasal dari pelosok kota yang berbeda. Sehingga aku tidak tahu persis latar belakang kehidupan mereka sebelumnya. Sewaktu datang ke Rumah Atlanta penampilan mereka sederhana saja seperti aku juga.

Tapi setelah bekerja pada sebuah perusahaan entertainment terkemuka di ibu kota yang berjarak tempuh kurang lebih 30 menit dari Rumah Atlanta tersebut, warga perkampungan sering mencibir aku dan teman-teman karena busana dan penampilanku yang menurut mereka terlalu norak dan bergaya hidup glamor.

Sedangkan gaji yang aku terima cukup mepet untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membayar sewa rumah kontrakan yang aku tempati sekarang ini. Sehingga menarik...

Baca selengkapnya →