Alarm berbunyi untuk ketiga kalinya. Jam menunjukkan pukul 06.17 pagi, dan mata Dion masih menatap langit-langit kamar dengan kosong. Ia tahu harus bangun. Harus mandi. Harus sarapan—meski hanya roti tawar basi dan kopi hitam instan—lalu harus buru-buru ke kantor sebelum bosnya mengirim pesan bertanya “Kamu di mana?”
Tapi tubuhnya berat. Bukan karena kantuk. Bukan karena lelah fisik. Ada sesuatu yang lebih dalam—yang tak terlihat tapi te...