Tidak semua pertempuran terjadi di medan perang. Sebagian justru dimulai di tempat yang terlihat paling aman. Warung bakso. Di balik uap kuah yang mengepul dan dentingan sendok yang beradu dengan mangkuk, ada tekanan batin yang tak pernah tercatat di papan menu. Tekanan untuk terlihat tenang, ramah, dan sigap. Padahal jantung berdetak lebih cepat dari antrean pesanan.
Hari itu, seseorang yang seharusnya hanya numpang lewat hidup, justru berdiri di antara tumpukan mangkuk kotor, tatapan pelanggan, dan rasa gugup yang tak bisa ditiriskan seperti sisa kuah. Ia tidak tahu satu hal penting, bahwa hari itu, bukan hanya mangkuk yang akan dicuci, tapi juga mental.
Dan sejak saat itu, bakso tak lagi sekadar makanan. Ia berubah menjadi ujian.
BAB 1: Tawaran yang Tak Terduga
Rutinitas harian Rio biasanya berjalan selembab uap fajar. Bangun pukul dua pagi, berkutat dengan aroma anyir ayam, memotong, membersihkan, hingga memastikan pesanan siap diantar. Hidupnya adalah garis lurus yang sunyi, jauh dari keramaian, karena Rio adalah pemuda yang lebih nyaman menyendiri dan irit bicara.
Namun, hari itu, takdir tampaknya sedang ...