Ia berdiri di tengah aula tua yang pernah disesaki suara.
Kursi-kursi teratur rapi seperti pasukan tanpa pasukan.
Papan tulis penuh coretan.
Tapi tak ada yang membaca.
Tak ada yang menjawab.
Tak ada yang bertanya.
Dan anehnya, Ia tetap bicara.
Suara parau memantul ke dinding, lalu kembali seperti gema yang kehilangan asalnya.
Ia mengajar. Bukan karena ada yang butuh diajarkan, tapi karena ia tidak tahu cara lain untuk merasa masih hidup.
Ia membuka buku t...