Kiyu Kiyu Advertising, sungguh nama yang tidak representatif untuk sebuah agency periklanan ibu kota. Lebih seperti teriakan bapak-bapak yang sedang nongkrong main kartu atau bahkan seperti nama sebuah website judi. Tapi pendiri Kiyu Kiyu, Bos Ari Wardoyo, punya alasannya sendiri.
“Lo orang tahu nggak, angka sembilan itu dalam bahasa Mandarin pengucapannya qiu, sama dengan pengucapan panjang umur. Nah ini kiyu-nya dobel. Kiyu kiyu, jadi panjang umurnya dobel.”
Ya, gaya bicara Bos Ari memang seperti pedagang di Glodok, maklum beliau adalah keturunan Tionghoa Surabaya. Bos Ari menyapa lawan bicara sebagai lo orang, menyebut dirinya sebagai gue orang. Seolah menegaskan kalau kami sama-sama bicara dengan bahasa orang. Menurut beliau itu untuk menyadarkan kalau kita saling berkomunikasi menggunakan nalar manusia jangan terjebak nafsu dan emosi, saling memaki bahasa hewan. Entah itu filosofi dari mana tapi buatku cukup mengena maknanya.
Aku sendiri masuk ke Kiyu Kiyu sebagai pimpinan kreatif setelah enam tahun menimba pengalaman pada sebuah agency iklan multinasional di kawasan Blok M.
“Suryadilaga, lo orang boleh jadi dari agency internasional, tapi di sini Indonesia. Agency lokal yang lebih ngerti konsumen lokal.”
Saat itu aku mengangguk-angguk saja, mengiyakan tanpa minat mendebat, karena beliau juga tak mendebat pengajuan gajiku yang naik dua kali lipat dari tempat kerjaku sebelumnya. Agak aneh juga Bos Ari memanggilku dengan nama lengkap, belakanga...