Sudah dikatakan ia bukan pencuri!
Ia mengendap-endap di depan warung kelontongmu, tidak melirik ke kanan apalagi ke kiri. Siang itu, matahari singgah di atas ubunmu, terik memeras keringat juga meninggalkan dahaga di kerongkonganmu. Bunga kertas di halaman warung berguguran, daunnya melambai-lambai bergurau dengan sepoi angin. Debu-debu jalanan menempel di pipinya yang lengket. Kau berdiri memerhatikan gerak tangannya, menggapai minuman gelas, membawanya kabur. Tidak dibayar! Nilai rupiahnya dua ribu saja, anggap saja kau sedang berbaik hati membiarkannya selamat dari ocehan beomu.
Panas hari itu membuatmu malas memperkeruh suasana, lebih baik menunggu pembeli berjas-jas rapi. Ah, imajinasimu melambung terlampau tinggi, mana ada orang rapi berkenan singgah di warung kelontong milikmu? Minuman teh di gelas telah dingin bahkan gulanya bisa jadi bercampur dengan debu aspal, mendoan yang...