Langit di atas rumah itu tak pernah benar-benar biru, selalu kelabu. Seperti disimpan oleh seseorang yang tak sempat membereskan luka. Di bawah langit itu, tinggal dua jiwa—satu terlalu muda untuk mengerti dunia, dan yang satu terlalu cepat dewasa untuk menyalahkan takdir.
Setiap pagi, ia mengecek sepatu adiknya memastikan ujung tali terikat kuat. Dulu, ada tangan lain yang melakukan itu untuknya. Tangan yang kerap merunduk tanpa b...