Aku menatap langit di atasku.
“Sebentar lagi mendung, huft.. kenapa dia belum datang?” ucapku dengan risau.
Dengan enggan aku berjalan pelan, sepelan yang aku bisa. Sesekali aku menatap ke belakang, berharap dia akan muncul dengan sepeda motornya yang sudah usang. Pakaian sekolahku sudah basah dengan keringat. Sejujurnya aku sudah lelah, aktifitas sekolah yang tadi aku jalani amat melelahkan. Aku meraih uang di sakuku. Sepuluh ribu rupiah, l...