Di Ujung Pelangi

Oleh: hyu

HUJAN sudah mereda. Tapi Maliq tetap berteduh di halte itu. Ia tak peduli. Seperti ia juga tak peduli pada kondisi indra penglihatnya yang tiada mengenal warna. Dunia bocah kelas enam SD itu monokrom. Hanya hitam, putih, dan abu-abu—dalam arti yang sesungguhnya.

Selalu begitu, seperti saat ini. Maliq tetap meneruskan menggambar di buku gambarnya, meski menyadari krayon yang digunakannya tidak tampak menarik sama sekali di matanya. Tas punggungnya—yang kata tantenya bagus—diletakkan begitu saja di samping tubuhnya. Sesekali mata Maliq menyapu sekelilingnya, memandang sepintas pada orang-orang yang mulai meninggalkan halte, menyisakan dirinya dan seorang pria renta yang berdiri di ujung halte. Pria itu tampak sedang memegangi setang sepeda kumbang yang bersandar nyaman di tiang halte. Maliq mengamati sosok pri...

Baca selengkapnya →