Aroma kopi pekat menguar di Kafe Bhumi yang terletak di pusat kota Jakarta siang itu. Angga, pria berusia pertengahan tiga puluh yang mengenakan kemeja bewarna hitam, tengah duduk di salah satu meja. Satu cappucinno telah tersaji, sementara ia menunggu kedatangan Melisa yang telah mengabarkan bahwa ia sudah turun dari Transjakarta dan tinggal menyebrang.
Tidak lama, sesosok gadis dengan hijab bewarna pastel muncul dari balik pintu kafe. Keduanya...