Kami tiba-tiba saja bertemu di Bali.
Aku sedang merekam diriku sendiri depan sebuah kafe ketika kita bertabrakan. Aku tak mampu menahan senyuman ketika mata kita bertemu. Kau sama kagetnya denganku, namun senyuman itu langsung merekah ketika sadar siapa yang kau temui.
“Kok?” ucap kita bersamaan, lalu tertawa.
“Lagi kerja?” tanyamu.
Aku menggeleng, “Lagi liburan, kau?”
“Sama, liburan.” Aku melirik kamera yang kau pegang sedangkan matamu melirik ponsel yang sejak tadi kusandarkan pada sebuah vas bunga. “Mau kurekamin?”
“Boleh.”
Lalu tiba-tiba kita sudah sibuk mengambil video untuk satu sama lain sepanjang hari. Aku membawamu ke tempat-tempat yang ingin kukunjungi karena pemandangannya yang indah dan kau membawaku ke setiap rumah makan dengan cita rasa yang menggiurkan.
Aku tak tahu kita bisa sedekat ini. Aku tak pernah menyangka kita bisa semudah ini berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa pikir. Aku terus mengharapkanmu hadir di setiap tanah yang kukunjungi dan ketika harapanku terkabul, aku bahkan tak sadar bahwa hari berlalu begitu cepat, bahwa aku begitu menikmatinya.
Kami akhirnya menghabiskan sisa sore di sebuah pantai. Kau memesan makanan ringan selagi aku menggelar karpet di atas pasir putih itu. Aku melirikmu yang mendekat sambil membawa es kelapa, senyuman itu kembali terukir.
Jika ini adalah akhir kisah, ini pasti bentuk happy ending milik kita.
Namun kita baru bertemu lagi setelah sekian tahun berlalu. Aku hanya menjadi penonton setiamu di sosial media dan kau pun begitu. Aku tak pernah menyangka kita bisa bertemu lagi dan menghabiskan waktu seharian seperti ini.
Kami berdiam diri cukup lama ketika matahari terbenam. Aku menikmati suara ombak yang datang memeluk pasir dan suara percakapan orang-orang di sekitar. Aku memerhatikan anak anjing yang bermain dengan anak kecil, aku tersenyum tipis.
Masih tak menyangka ini akan terjadi.
Akhir kah? Atau awal baru? pikirku.
Langit mulai berubah menjadi biru gelap usai matahari terbenam.
“Nice to see you again, Hael.”
“Me too.” Kau menoleh, kini menatapku.
“I used to like you, Elina.” Kau berujar begitu ringan.
Aku perlahan menoleh, memastikan bahwa aku tak salah dengar. “Hah?”
Tawamu meledak, terlihat begitu lepas seakan apa yang baru saja kau ungkap bukanlah hal besar bagimu. “I used to love you, Elina.” Kau membuang muka, “Damn, I’ve really wanted to say this since the last time we met.”
Aku masih membisu, benar-benar tak menyangka dengan ungkapan itu. Pertama, dulu ... DIA BILANG DULU! Dia pernah menyukaiku dan ingin menyampaikannya sejak dulu, tapi itu dulu! Untuk apa pernyataan ini jika itu sudah berlalu? Aku bahkan masih menyimpan rasa ini seperti orang tolol sampai sekarang.
“How about now?” Pada akhirnya aku...