Setiap hari aku pulang jam enam sore. Bukan karena pekerjaanku selesai tepat waktu, tapi karena aku sengaja menghentikannya di jam itu.
Jam enam seperti batas tak tertulis antara kewajiban dan sisa hidup yang tidak tahu mau diapakan. Setelah itu, tidak ada yang menungguku selain kamar kos, ponsel, dan waktu yang berjalan pelan.
Jalan di depan kos tidak pernah benar-benar ramai. Motor hanya lewat sesekali, dan suara klakson pun jarang terdengar. Aspalnya penuh retakan kecil yang sudah kuhafal letaknya. Di ujung gang, ada rumah yang penghuninya selalu memutar radi...