Aman tapi tidak nyaman. Sesak nafas di dalamnya. Seperti itukah kita?
Sejak beberapa menit yang lalu, ia telah dengan sengaja membiarkan asap mengepul dari dalam gelas kertasnya. Kini Cappucinno Latte, minuman yang terpaksa menjadi kesukaannya itu telah sedikit dingin. Walaupun rasanya tidak sama dengan kopi di coffee shop tapi paling tidak ia bisa meminum kopi karena tidak ada yang bisa ia mintai tolong untuk nitip. Untuk itulah ia tetap meminumnya, karena dengan minum kopi adalah satu hal yang selalu bisa menolong dirinya disaat dirinya merasa suntuk bekerja. Ia menyeruputnya perlahan dan menikmati kopi tersebut mengalir masuk ke dalam kerongkongannya. Tak berapa lama setelah kopi berada di dalam perutnya, ia mendadak mengerutkan dahinya.
Bukan karena dirinya sakit perut. Tapi karena lagi-lagi karena ia mengingat aroma itu kembali. Dalam mulut yang menghilang tertutupi gelas kertas. Kedua matanya terlihat memicing dari pantulan jendela. Kini ia melihat bayangan dirinya sendiri dengan sangat jelas terlihat. Kemeja putih dengan ID card perusahaan yang bertulisan Achmad Riko, itu terlihat rapi menggantung di lehernya ditambah dengan potongan rambut rapi seperti pekerja kantoran biasanya sudah bukan hal yang luar biasa untuknya. Pikirannya melayang di lima tahun lalu.
Langit membiru. Angin berhembus dengan hangat menerpa kulit Rania Estrarina. Rania benar-benar mencirikan perawakan perempuan Jawa seutuhnya dengan kulit sawo matang dan bermata belo belum lagi berwajah bulat sama seperti yang dimiliki masnya, Riko Adiwiguna. Tentu dengan wajah ikal. Rania terlihat sibuk di dapur bersama ibu, dan kami sedang sibuk membuat sarapan pagi. Seperti biasa sarapan kami adalah bubur ayam beserta dengan telor setengah matang kesukaan Riko. Karena tanpa telor setengah matang, masnya tidak akan mau sarapan pagi. Agak aneh memang kebiasaan yang dimiliki Riko saat sarapan. Tapi hal itu sudah sangat dimaklumi oleh dirinya bahkan ibu. Tidak itu saja, Riko bahkan harus meminum kopi terlebih dahulu sebelum memulai harinya. Hanya saja, kakinya sama sekali tidak berniat untuk ke dapur. Karena matanya masih mengajaknya bermain-main sejenak. Ia masih sangat mengantuk.
“Rania, sana liat masnya udah bangun belum. Kalau belum, bangun. Bilang sarapan bentar lagi jadi..” ibu menyahut sambil memotong batang daun bawang dan juga seledri untuk pelengkap bubur.
“Iya bu,” sahutnya dengan santai sambal menaruh botol kecap asin dan manis di atas meja.
Dan langsung bergegas keluar dari dapur. Namun belum sampai dirinya di kamar mas Riko. Ia sudah melihat Riko sudah duduk dengan tenang di ruangan tengah dengan mata terpejam. Seketika saja langsung muncul ide jail yang dimiliki Rania untuk masnya. Ia langsung menghampiri Riko perlahan lalu menggelitiki pinggang Riko.
Seketika saja Riko langsung terbangun dari tidur setengah sadarnya. Riko tersentak kaget karena ulah adiknya. Kini kedua matanya benar-benar segar. Rasa kantuknya hilang begitu saja. Bersamaan dengan tawa Rania yang begitu besar.
“Hahaahahaahahahahahaa!” Rania tertawa dengan cukup puas.
“Kamu ya!” Riko menyeru dengan sedikit agak kesal pada adiknya. Dan bergerak menyiapi strategi untuk membalas dendam pada Rania.
“Iya, ini aku. Emang kenapa? Lagian nih ya, kalau udah bangun itu mandi kek, ini mah enggak. Malah duduk di sofa mana ngelanjutin tidurnya lagi. Nanti aku bilangin ibu, lho!” Ujar Rania panjang lebar.
Riko mengangguk-angguk sambil menggeserkan tubuhnya mendekat pada Rania. Tak berapa lama Rania mendapatkan pitingan dari Riko.
“Bilang apa kamu? Coba bilang sekali lagi.” sahutnya saat leher Rania berhasil didapatkan olehnya dengan nada gemas.
Karena ia tidak menyangka adiknya kini tidak kalah bawel dari ibunya. Belum lagi dia adalah orang yang paling senang mengadu sama ibu soal apapun yang menyangkut dirinya.
“AAAAaakkk! Seketika saja Rania menjerit, “Ibuuuu buuu, mas nih!” teriak Rania saat lehernya dipiting olehnya.
Tak berapa lama suara ibu ikut terdengar melengking dari dapur, “RIKO! Jangan begitu sama adiknya.” Ibu berteriak pada Riko yang masih melakukan piting memiting leher Rania.
Sementara yang dipiting hanya mampu m...