Kabayan; Harmonisasi sosial

Oleh: Moch Agni Nuryahya

Seduh kopi mengucur dalam genangan rasa, terpaan angin menembus jiwa melewati bayang cahaya juga melintir merasuk pori-pori telinga, jiwa yang sepi dalam bait-bait kesendirian meremas benak dipenuhi ketakutan, begitupula raga tak dapat terpisah dari cinta. Kabayan cengkeram gelas cangklek itu ke tengah sawah sembari sedikit bergumam dengan panorama indah di hadapannya.

"Kadang, saya suka pengen melihat yang cantik di tengah sawah gini teh, tapi ya ga mungkin ketang petani sekarang mah banyaknya ibu-ibu," gumam Kabayan.

Meninjau hamparan hijau yang merumput lebat pada dataran yang menjulang, menempuh perjalanan riang dengan lirikan ke setiap sudut lahan, matanya tak henti menatap rindang pohon yang masih asri jauh di sana. Kabayan bermuara di saung miliknya sendiri yang jauh dari pemukiman warga. Rambut ikalnya seringkali dibanggakan walau orang memandang sebagai sesuatu yang dibilang dekil dan tak terurus, kendati demikian ia mempunyai pandangan dan standar sendiri akan penampilannya, tidak tergerus oleh perkataan orang lain sehingga membuat Kabayan hening dalam dinamika kehidupan.

Derap langkah terdengar nyaring hentakan kakinya menggiring Kabayan untuk melihat ke samping saung nya itu, dilihatnya seorang pria paruh baya tengah menopang karung yang sangat besar di pundaknya, gemetar kedua lutut menapak ...

Baca selengkapnya →