Langit sore menguning ketika Fandi memasuki lobi hotel mewah itu dengan senyuman lebar. Dengan wajah penuh percaya diri, ia menyapa resepsionis seperti biasa, “Kamar 305 sudah siap?”
Perempuan di belakang meja menyodorkan kunci elektronik, “Sudah, Pak Fandi. Seperti biasa.”
Ia mengambil kunci itu dengan anggukan kecil. Dalam sekejap, Fandi menghilang menuju lift, otaknya berputar-putar dengan rencana pertemuannya nanti malam. Malam itu istimewa. Dina, perempuan yang baru dua bulan dikenalnya lewat media sosial, akan datang. Fandi sudah terbiasa dengan skenario semacam ini. Sejak dulu, ia selalu m...