Kerah Baju dan Balon Ungu

Oleh: Muram Batu

Aku tak mau menutup mata dan lalu membukanya; seperti cilukba ala balita. Terakhir seperti itu, ayah hilang. Memang tidak hilang benar, tapi dia pergi. Aku melihatnya. Dia dipaksa sekelompok lelaki yang memeganginya. Dua di kanan. Dua di kiri. Dua di belakang. Dia layaknya diseret sambil tetap memegang balon ungu untukku: hadiah yang memang dia siapkan.

Kenanganku terhadap ayah, hanya kerah bajunya di antara tubuh-tubuh tegap itu dan balon yang tak sampai ke tanganku. Itu saja.

Sejak itu, ayah tak muncul lagi. Tak kembali. Tak ada kabar. Kakek yang bertumbuh rentah dan mulut yang cukup cerewet mengganti perannya. Ya...

Baca selengkapnya →