Aku mengetuk pintu rumah Nenek Zalda. Tiga kali. Setelah itu, pintu dibuka dari dalam. Nenek Zalda tersenyum menyambutku.
"Aku pulang," kataku tanpa memaknai dua kata yang baru saja lepas dari mulut, hasil produksi otak kosong selama seminggu ini.
"Masuklah." Nenek Zalda tidak pernah seramah ini sebelumnya, tetapi aku tahu hatinya sedang baik.
Kami masuk bersama di rumah yang memiliki dua belas koridor panjang dengan burung-burung murai bernyanyi di dahan-dahan barisan pohon apel. Oh, pantaslah Nenek Zalda senang membuat pie a...