Lepaskan aku

Oleh: Reni istiyar

Dikota kecil ini aku hidup bersama suami tercinta, karena baru menikah satu bulan lalu, rencana punya anak, ku nomer duakan dulu, cari penghidupan yang layak sebelum terbebani anak, kasian jika dia nanti lahir, orang tua belum mapan apalagi serba kekurangan.

Apalagi orang tua punya prinsip anak yang udah menikah itu harus mandiri, keluar dari rumah cari penghidupan sendiri tanpa orang tua yang terbebani.

*** Flash back

Semua saudara ada lima aku nomer tiga, dan semua udah berkeluarga, tinggal aku sendiri yang terakir menikah.

Menyelesaikan pendidikan dulu, lulus SMA kuliah, baru semester lima, semua keluarga, cuma aku sendiri yang ingin pendidikan yang lebih tinggi, untuk itu harus cari biyaya sendiri, sambil kerja paruh waktu jalani semua itu.

Semua saudara tak ada yang menentang ini hidupku, mereka juga punya keluarga sendiri sendiri, tak mau ikut campur urusanku.

Kuliah memang belum selesei maklum kendala biyaya, aku kerja di sebuah resto Belanda jadi waiters, berangkat kerja jam delapan.

Awal kenal seorang pria, bukan teman kerja, tapi dia anak jalanan, suka menarjet orang lewat di jalan masuk komplek perumahan mewah di kota, dimana itu tempat kerja ku.

Sebelum tahu sebenarnya dia itu siapa ?, aku tak peduli denganya, pada dasarnya ngak suka ikut campur masalah orang lain, kehidupanku tercurahkan pada masalah pribadi sendiri yang udah susah kenapa harus di bikin susah, itu udah prinsip ku.

Jam 7,30 berangkat kerja karena kemarin dapat panggilan dari alamat dimana ku sodorkan lamaran pekerjaan, di beberapa tempat yang ada lowongan pekerjaanya, diantara nya resto Belanda yang agak jauh dari tempat kosan.

Awal interviu, di terima dan langsung kerja, untungnya saat itu ada acara, seseorang memboking aula untuk pesta pernikahan jadi saat itu di butuhkan banyak tenaga kerja.

Langsung kerja keberuntungan ku waktu itu, keuangan juga udah menipis soalnya.

Hari yang cukup melelahkan, bekerja ektra sibuk dengan semua pelayan lain, begitu capek, tapi aku juga harus pulang ke kosan, malam itu pukul 8 mulai keluar dari gerbang resto, mencari angkutan harus berjalan kira kira dua ratusan meter sampei di halte

Agak jauh dan cukup melelahkan di tambah habis kerja keras kayak tadi, memakei sepatu berhak tinggi juga jadi pemicunya.

Tak tahan sakit, ku melepas dan berjalan tanpa sepatu, untung jalan tak ramai oleh kendaraan maklum perumahan super mewah, aspalnya pun cukup halus, jadi tak terlalu sakit, tanpa alas sepatu.

Lima puluhan meter ada tikungan menuju jalan raya, sepi sih terlihat baru beberapa meteran segerombolan cowok cowok yang pakai baju seperti preman datang,

Salah satunya banyak tato di tangan bahkan di lehernya juga, dia terlihat dingin, serem menakutkan, s...

Baca selengkapnya →