Hembusan angin sepoi-sepoi yang menyejukkan raga membuat orang-orang yang berkumpul di depan sebuah warung makan sederhana tampak betah berlama-lama. Mereka duduk di satu tempat yang sama sembari dengan fokus mendengarkan berita terkini mengenai gembar-gembor pemerintah pusat untuk menggulingkan kekuatan organisasi berpaham kiri dari negara Indonesia.
Seorang ibu yang tengah membersihkan mangkuk pun tampak begitu fokus mendengarkan hingga keningnya yang halus terlihat berkerut. Bapak-bapak yang tengah duduk berkumpul sembari menyesap secangkir kopi pun ikut mengerutkan kening saat berita dari radio itu sampai ke telinga mereka.
"Sejak proses pengangkatan mayat-mayat jenderal besar itu ramai diperbincangkan, orang-orang mulai semakin berani dan gencar untuk membasmi komunis."
Tiga orang bapak-bapak yang mendengar opini rekan mereka itu mengangguk tegas yang menandakan bahwa mereka sepaham dengan pendapat pria bercelana hitam dengan sarung coklat tersampir di pundak kirinya itu.
"Itu tragedi naas yang menyisakan duka mendalam. Ternyata benar ada saudara kita sendiri yang tega melakukan itu pada jenderal besar yang sudah berjasa besar bagi negara."
"Bukankah mereka yang seperti itu sama saja dengan penjajah? Lalu apa arti merdeka jika masih ada oknum berani bertindak di bawah payung ideologi yang tak sesuai Pancasila seperti Cakrabirawa? Dunia memang sudah gila."
Helaan napas salah seorang pria yang memakai kopyah hitam membuat rekan-rekannya turut merasa lesu seketika.
Sebagai negara yang belum terlalu lama merasakan kemerdekaan, peristiwa yang disebut oleh Soeharto sebagai gerakan 30 September yang didalangi oleh PKI membuat luka dalam hati rakyat Indonesia seperti tersiram garam. Belum selesai duka akan penjajahan dar...