Selepas subuh, Pak Tumin menyalakan kompor lalu menyeduh kopi tubruk—pekat, tanpa gula—lalu membawanya ke beranda. Kursi rotan tua menunggu di sana, menghadap kebun belakang yang sederhana. Kebun yang tak luas, tapi cukup untuk membelai batin yang mulai renta.
Di sana, pohon-pohon pisang tumbuh semaunya, liar tapi jujur. Daun-daunnya lebar, sebagian masih muda dan berkilau seperti harapan, sebagian lain sobek seperti kain lapuk yang pernah me...