Jendela itu menjadi saksi bisu dari segala kesepianku. Bingkai kayunya yang usang, kaca buramnya yang berdebu, seolah ikut merasakan hembusan napas melankolis yang setiap hari kualirkan. Di balik jendela itu, terbentang sebuah lukisan senja yang selalu sama, namun tak pernah membosankan.
Namaku Damar, seorang pelukis yang kehilangan warna. Bukan secara harfiah, tentu saja. Tanganku masih mampu memegang kuas, mataku masih mampu membedakan gradasi w...