Manto, bocah berkepala plontos dengan kacamata tebal yang entah bagaimana selalu berhasil miring, terguling-guling di lantai sambil memegangi perutnya. Air mata menggenang di sudut matanya, bukan karena sedih, melainkan karena tertawa terbahak-bahak.
"Aduh... aduh... perutku..." rintihnya di sela-sela tawa. "Gimana bisa sih, robot pengantar makanan malah nyasar ke kandang ayam tetangga? Hahaha..."
Niri, ibunya yang berambut merah muda neon – tren terbaru di tahun 2050 – hanya bisa menggelengkan kepala dari balik layar hologram dapurnya. "Manto! Itu makananmu! Cepetan ambil, keburu dipatok ayam robot Pak RT!"
"Iya, Bu... hahaha... tapi... ayam robotnya... pakai topi... koboi! Hahahaha..." Manto semakin terguling-guling, tak kuasa menahan tawa. Bayangan ayam robot Pak RT yang sangar, lengkap dengan topi koboi dan pistol laser mini, sukses membuatnya terpingkal-pingkal.
"Manto! Jangan ditertawakan! Kasihan robotnya!" teriak Mandar, ayahnya, dari ruang kerjanya di lantai dua. Suara ayahnya terdengar samar-samar karena terhalang pintu anti-bising yang super canggih.
Manto akhirnya bangkit, masih dengan sisa-sisa tawa. Ia melangkah keluar rumah, menuju kandang ayam tetangga. Benar saja, di sana berdiri robot pengantar makanan...