Makan untuk hidup, atau hidup untuk makan; mana yang benar dari dua ungkapan itu, si Keong tidak tahu, bahkan tidak peduli. Sebagai si Bungsu dari kedua orang tua yang menganut paham kolot ‘banyak anak banyak rezeki’, si Keong ketiban sial. Sedari kecil hingga dewasa, prihatin selalu meliputinya, melilit perutnya. Meski tinggi tubuhnya, tapi kerempeng. Dalam sehari bisa mengunyah nasi bersama lauk tempe dan sayur bening, itu adalah rezeki bag...