Pukul Lima Kurang Sepuluh
Masih gelap. Jakarta belum sepenuhnya terjaga. Kabut tipis menggantung rendah di antara gang sempit kawasan Cawang, seolah enggan berpisah dari malam yang belum tuntas. Tetapi suara gembok berderit dan langkah kaki berat sudah terdengar dari balik pintu besi yang mulai berkarat. Di sana, Bayu berdiri dengan satu tangan menggenggam termos kecil berisi teh hangat, dan tangan lainnya menuntun motor tuanya yang telah menempu...