Saat memutuskan membaca ini dan terus menggerakkan jari ke atas layar ponsel, saya harap kalian sudah memikirkannya dengan sungguh-sungguh.
Karena, setelah ini, tidak akan ada jalan kembali.
Tidak ada.
.
.
.
.
.
.
.
.
Saya memutuskan untuk menulis ini, setelah beberapa gejolak emosi positif dan negatif yang terjadi sejak kemarin.
Tangan, bahkan seluruh badan saya gemetar karena perasaan saya memperingatkan, bahwasanya saya memasuki wilayah yang sangat mengerikan juga menyakitkan.
Saya terus berkata kepada diri saya bahwa ini harus dilalui. Saya sudah bertekad, jadi ini harus dilakukan.
Beberapa hari yang lalu, saya kontak dengan salah seorang sahabat yang lama tidak bersua.
Saya membantu menerima tamu di pernikahannya, datang ke pernikahan kakaknya, bahkan ayah dan ibunya menganggap saya sebagai salah satu anaknya. Apakah berlebihan jika saya menganggapnya sahabat, meski kami punya lebih banyak perbedaan daripada kesamaan?
Mungkin tidak.
Kami berbincang melalui pesan singkat dan akhirnya sampai pada topik tulisan-tulisan saya.
Kami berjanji akan berdiskusi kembali, ketika dia sudah membaca baik-baik novel setengah jadi itu.
Sambil menunggu, saya yang memiliki pemikiran cukup aktif, merasa harus selalu melakukan sesuatu. Salah satunya adalah menulis lanjutan chapter untuk diajukan ke platform online yang belum launching.
Akhirnya satu minggu lebih berlalu, saya kembali menanyakan bagaimana tanggapannya pada tulisan itu.
Diskusi yang harusnya singkat, menjadi dua hari lamanya karena kesib...