Cahaya redup dari televisi membentuk bayangan-bayangan bergerak di sudut ruangan. Para penari Jaipong di layar meliuk dengan anggun, seirama dengan dentingan gamelan yang menggema di udara.
Mataku terpaku ke layar, tapi bukan penari itu yang kulihat-melainkan diriku. Dulu, aku bisa menari dengan ringan, seakan kakiku tidak pernah menyentuh tanah. Jemariku secara refleks bergerak, ingin mengikuti gerakan mereka.
Namun, begitu aku mencoba sedikit men...