“JANGAN sungkan. Ambil dan minumlah,” Jen mengangkat gelas, bibirnya berkilat-kilat.
“Aku tak percaya kita bisa bertemu, dan bersulang seperti ini,” Lim meletakkan gelasnya, ia melolos sebatang filter putih, menyulutnya, menghisapnya dalam-dalam.
“Semua itu ada seninya, Lim,” Jen bersandar di sofa meluruskan kaki. Jempol kaki mereka saling bersentuhan.
“Termasuk berbohong?”
“Begitulah. Aku tak pernah suka politikus.”
“Aku ‘kan bukan politikus.”
“Semua orang punya bakat alami untuk itu, Lim.”
Di atas meja, di samping asbak, terdapat...