Di depan Candi Rorojonggrang aku berdiri, memainkan lubang-lubang kecil yang ukurannya menyerupai persegi lima, atau mungkin itu adalah gambar berlian. Arsitektur Budha yang mempesona.
Sekeliling terasa panas, namun payung mampu membuatku bertahan menatap lama-lama putri tercantik itu, hidungnya, matanya, bibirnya, serta jari tangannya yang retak tertelan ratusan tahun lalu. Ia benar-benar seonggok batu hitam tak bernyawa.
“Hai, patung! Benar...