Mayat baru mati tiga hari berdiri di depan kaca nako, mengetuk kecil tujuh kali dengan ujung telunjuk yang menyembul dari kafan: tuk, tuk, tuk, tuk, tuk, tuk, tuk.... Ujung telunjuk bercokelat-cokelat tanah segar dan kukunya setengah terkelupas.
Gusar yang belum terlelap membuka matanya yang berat. Kilatan mencoreng langit berbayang terang di kaca nako yang sehadapan tempat tidurnya. Dalam lima detik, dia menatap bola mata mayat yang masih tertutup kapas. Dia tak lupa bahwa itu mayat Ganas, preman Pasar Kembang yang terkenal ganas dan tega menghabisi siapa pun yang menolak keinginannya. Satu codetan ujung benda tajam membekas dan memanjang, mulai dari bawah alis mata kanan berlekuk-lekuk sembilan seperti Pasopati, sebuah keris pusaka milik seorang keturunan Raja-raja Nirwana yang hilang. Lekuk keris terakhir berakhir di pipi kiri dekat ujung bibir tebal, kasar dan pecah-pecah, dan cacat abadi itu serupa lintah hitam berbaris mengisap darah. Cacat hitam tak pernah Ganas lupa, dendam dan kesumat menyatu, setelah sengaja ujung Pasopati mengukir wajah Ganas yang tegang dan kaku. Tak percaya: Pasopati sanggup mengukir kulit...