“Entahlah. Bagaimana menjelaskannya. Ini aneh, tak biasa, lumrah tak lumrah. Akrab sekaligus asing. Jauh sekaligus dekat. Seolah aku punya dua kehidupan.”
“Paralel?”
“Hm, mirip itu mungkin.”
Itulah awalnya kedekatan kami dimulai.
***
“Bagaimana. Apa mimpimu kali ini?” Aku mendengus napas kesal.
“Pesankan dulu minumku.” Kadang-kadang, aku benci perlakuannya. Koleris, seolah dia punya kendali.
“Oh iya, tentu saja.” Dia mengangguk-angguk, lalu memanggil pelayan.
“Kau terlihat lebih segar hari ini.” Aku berbasa-basi.
Dia mele...