“Savitri,” akunya. Perempuan paruh baya yang meninggalkan kota seusai suaminya mati lantaran kecelakaan lalin di jalan tol. Di desa terpencil, ia tinggal di rumah tabon milik mendiang bapaknya. Bila teringat ayah dan suaminya, wajahnya senampak matahari berselimut awan. Bertanya pada Tuhan, “Ya, Allah. Kenapa cepat Kau panggil orang-orang yang teramat aku cintai?”
Savitri bangkit dari kursi kayu. Berdiri di balik jendela terbuka. Menatap sungai yang mengalir jernih. Teringat semasih kanak. Mandi bersama kawan-kawan sebayanya sambil bermain air. Tersenyum tipis.
Mata Savitri sembab selagi terbayang wajah ketiga anaknya di perantauan yang jarang mengirim kabar, lantaran ponselnya tak bisa meng-in...