Sambil menunggu pesanan kopinya datang, Argi menatap ke luar jendela yang tepatnya adalah jalanan.
Yang membuatnya berlama-lama menatap ke luar adalah ketika ada seorang wanita yang sedang berjualan, wanita itu mencuri perhatiannya dan membuat ia menatap lama kesana. Dari perawakannya wanita itu mungkin lebih muda darinya.
Tiba-tiba senyumnya terbit, sehingga temannya yang baru saja datang juga ikut memandang ke arah Argi memandang.
"Senyumin apa lo?" tanya Beni sambil duduk.
Argi tersenyum lebih lebar sambil kembali menatap ke arah Beni. Beni melihat gadis itu.
"Ngeliatin tu cewek?" tanya Beni.
Argi mengangguk.
"Suka?"
Argi tertawa. "Nggak, gue inget seseorang aja."
"Siapa? Mantan?"
"Iya. Biarpun gue secuek yang kayak lo bilang, gue pernah pacaran tau," ujar Argi.
"Serius?" Beni tidak percaya, pasalnya patner kerjanya ini seperti orang yang tidak pernah tersentuh cinta.
"Dan lo harus tau kalau mantan gue satu-satunya, cinta pertama gue, itu dia cantik banget, orang kaya banget, dan populer di sekolah," cerita Argi.
Beni tidak menjawab, karena kurang yakin.
"Biar gimanapun gue ini ganteng, 'kan? Jadi wajar sih pacar gue cantik banget," sombong Argi.
Beni langsung memasang wajah mengejek yang membuat Argi tertawa.
"Tapi kita putus, karena kita nggak selevel dalam kehidupan ini, dan alasan putus itu benar-benar dia utarain," lanjut Argi.
"Hah? Yang bener lo?!" Beni tampak tertarik dengan ceritanya.
"Iya, dan sekarang gue baru sadar setelah gue berada di posisi dia."
"Maksudnya?"
"Seseorang itu akan mencari pasangan yang setara derajat kehidupannya sama dia," jawab Argi.
Beni mengangguk mencoba memahami.
"Paham 'kan maksud gue?" tanya Argi.
"Dulu gue merasa agak sakit, jadi kesuksesan gue sekarang ini mungkin sedikitnya karena ambisi dari rasa sakit hati itu," ujar Argi sambil mengaduk kopinya.
"Sekarang gue paham dan tau gimana rasanya jadi dia waktu itu," lanjut Argi.
"Iya gue tau. Saat derajat hidup kita itu bisa dibilang di atas, atau diatas rata-rata, maka pandangan mata kita, yang kita cari juga yang sama, kita pasti nggak mau sama yang sembarang," jelas Beni.
"Iya, yang kita cari yang kita pandang pasti yang setara sama kehidupan kita. Biar gimanapun namanya cinta, tapi nggak semuanya karena cinta," tutur Argi sambil tersenyum miring.
"Gimana sih ceritanya?" tanya Beni penasaran.
Argi langsung tertawa pelan.
Flashback on
Sejak awal masuk sekolah SMA ini, seorang wanita cantik nan anggun, begitu populer di sekolah ini. Namanya Sania.
Ia cantik, anggun, elegan, pintar, kaya raya, penuh keceriaan, dan sangat baik.
Ada banyak hati yang telah jatuh padanya, tapi tidak ada satupun yang Sania terima sebagai kekasihnya. Menurutnya sebanyak ini yang mendekati tidak ada yang menarik hatinya.
Sania adalah wakil ketua OSIS, dengan yang diketuai oleh Reno. Mereka sama-sama jomlo dan sudah banyak gosip yang mengatakan kalau mereka berpacaran padahal tidak. Mereka hanya dekat sebatas rekan kerja istilahnya.
Sania menghela nafas kasar setelah memasuki ruang perpustakaan, ia membawa buku dan berbagai alat tulis lainnya.
Sania duduk di salah satu kursi yang berada di depan meja, tepatnya ada 6 kursi di sana. Salah satunya terisi oleh seorang lelaki yang bernama Argi.
Argi melirik sekilas pada Sania, wajahnya terlihat kusut dan gusar. Sania meliriknya juga. Ia mengenal Argi, mereka satu organisasi OSIS. Tapi Argi hanyalah anggota.
"Lo anggota OSIS, 'kan?" tanya Sania.
"Iya," jawab Argi.
"Kok gue nggak keliatan lo dari tadi, kita 'kan lagi sibuk, lo kemana aja?" tanya Sania.
"Gue ada kok," jawab Argi.
"Nggak! Gue nggak ada ketemu lo! Pasti lo bohong ya, kita itu lagi sibuk ngurus perlombaan, dan lo nggak bantuin sama sekali?" Sania tampak kesal.
"Maaf," jawab Argi sambil menunduk. Memang ia tidak datang saat itu.
Sania menggelengkan kepalanya karena kesal.
"Gue aja banyak tugas, dan sampai gue tinggalin, ck!" kesal Sania.
Argi hanya diam.
"Lo dapat hukuman dari gue!" tegas Sania.
Argi la...