Pagi itu, langit gelap. Bulir-bulir air menyeka debu dunia. Aku sudah siap dengan kemeja putih kotak-kotak. Rambutku rapi, klimis. Meja kerja yang biasa kusantap setiap malam, kini harus jadi sarapanku. Aku duduk berhadapan dengan pesawat komunikasi sederhana bernama laptop. Siku-sikunya berdiri mantap di atas papan kayu meja serbuk ini. Aroma kopi tercium dari gelas yang kuletakkan di atas meja. Ia adalah benteng terakhirku dalam mengalahkan ras...