Aku tinggal di Jakarta tapi lebih terasa suasana kampungnya dibanding kota. Seperti halnya nusantara yang terletak strategis di antara dua samudera dan dua benua. Daerah tempat tinggalku, Kampung Agan (bukan nama sebenarnya) terletak di antara dua lokasi strategis, di utaranya Jalan MT. Haryono, sementara di selatan ada komplek perumahan DPR Kalibata. Beberapa ratus meter di belakang rumahku dialiri Sungai Ciliwung, orang di kampungku lebih suka menyebutnya kali dibanding sungai, entahlah mungkin karena sudah menyebabkan banjir berkali-kali?
Sebagian besar warga di kampung Agan adalah orang Betawi, termasuk diriku. Kini sudah mulai banyak pendatang, didominasi orang Batak, Madura dan Cirebon, mereka menyewa rumah di dekat bantaran kali. Ada lima profesi dari para pendatang yang baru merintis : pemulung, tukang bubur, tukang gorengan, tukang jahit keliling dan asisten rumah tangga. Sementara para pendatang yang berhasil biasanya sudah punya toko kelontong maupun laundry kiloan.
Oh ya, bisa dibilang hanya warga pendatang yang punya pekerjaan, kami warga asli menganggap nongkrong adalah pekerjaan adiluhung yang harus dilestarikan. Jika pun bekerja kebanyakan adalah ojek dan makelar alias calo. Untunglah Bapakku, meski Betawi asli, rela menjual tanah untukku kuliah. Hingga kini aku jadi spesies yang lumayan langka, Betawi yang kerja kantoran.
Kampung Agan terbagi 11 Rukun Tetangga (RT), dengan RT 1 sampai 5 dekat komplek perumahan DPR, ...