Sosok itu berdiri di pojok ruangan.
Wajahnya tak terlihat karena kepalanya tertunduk dan tubuhnya sendiri menghadap ke tembok. Ia mengenakan pakaian seragam Office Boy berwarna biru lusuh. Ada lemari perkakas di samping sang sosok yang berisi beragam peralatan lama yang entah awalnya digunakan untuk apa, dari pel dan sapu, map dan kertas, sampai peralatan listrik. Kabel menjuntai dari langit-langit tanpa tahu fungsinya dan mengapa dibiarkan saja seperti itu tanpa diberesi, digulung atau dipotong sekalian agar tak menjuntai seperti sulur-sulur tanaman dari pohon beringin tersebut.
Itu yang diceritakan Ranu Inten kepada Saban, rekan kerjanya siang itu.
“Kau sungguh-sungguh, Ran? Di pojok ruangan yang tak digunakan itu?” respon Saban dengan cukup berlebihan.
Reaksi Saban mendengar cerita ini bukan tanpa alasan.
Ranu Inten yang telah bekerja selama empat tahun di perusahaan ini, dikenal sebagai orang paling jujur di seluruh penjuru dunia, bahkan mungkin jagad. Hampir tidak mungkin bagi Ranu Inten untuk berbohong dengan sengaja, apalagi menipu orang lain dengan tujuan iseng, bercanda, apalagi berdasarkan maksud jahat.
Saban melotot memandang Ranu Inten lekat-lekat. Kedua...