Desa Cigenep, Pulau Bening, Selat Sunda, Jawa Barat.
Rabu, 5 Desember 2018.
“Penyihir?” tanya Sunu tak percaya. Matanya menatap kuat KTP yang ia pegang, milik perempuan usia 40-an tahun—tertulis di situ—di depannya. Kulit keningnya mengerut, mencoba memahami alasan aparat kelurahan mengizinkan seseorang mengisi kolom pekerjaan di KTP-nya dengan “Penyihir”.
“Begitulah,” sahut Iyut yang duduk dengan posisi tegak di depan mejanya. “Tapi saya sudah pensiun. Pensiun dini. Tidak enak jadi penyihir. Dan saya berniat tinggal di desa ini untuk menikmati hidup tanpa sihir. Ketenangan desa ini sudah lama saya dengar dan menggelitik hasrat saya untuk hijrah ke sini.”
Sunu, Ketua RT 06 RW 06 Desa Cigenep itu, tidak memedulikan penjelasan panjang Iyut. Dengan tetap mempertahankan kerut di keningnya, ia menurunkan kaca mata dan menggeser tatapannya ke wajah Iyut. “Tapi masih bisa menyihir?”
“Di tempat asal saya, ...