"Jag älskar dig, Kinara . Sekarang, nanti, selamanya ...."
Ucapan Vasa Andersson meliuk di antara nyala lilin, lalu terpantul melukis siluet yang menari pada dinding bata merah cerah khas Nordik. Jejak rasanya melanglang buana dalam memori Kinara. Rasa dari sepasang insan yang telah bertaut dalam tambatan hati. Malam itu di Nygatan, Kota Tua Gamla Stan, Stockholm, Swedia.
"Jag älskar dig också, Vasa."
***
"Badai paling dahsyat justru lahir di atas permukaan laut yang paling tenang."
Mimpi tiga tahun lalu itu bungkam di balik kelima jemari padat milik Kinara. Ia melenguh setengah mengantuk seraya menepuk bantal di sebelahnya. Rasanya dingin tanpa hangat jejak bekas ditiduri.
Bukan hal mengejutkan kalau ia terbangun di pagi hari sendirian. Andai ini Juli atau Agustus, ia pasti akan berpikir kalau Vasa pergi bersama Linus, sang ayah mertua untuk berburu rusa besar di hutan bersama kelompok perburuan mereka. Suami dan ayah mertuanya akan membawa pulang belasan kilo daging sebagai oleh-oleh. Atau skenario kedua: ayah dan putra itu pergi pagi-pagi buta ke sebuah kabin pemancingan yang letaknya sungguh terpencil.
Jika itu adalah skenarionya, tetapi ini adalah musim dingin di bulan Januari. Tidur di mana pria setengah Svensk dan Jawa itu? Bantal dan pembaringan di sebelahnya jelas-jelas berbicara kalau Vasa tidak ada di apartemen semalaman. Ini Stockholm dan cuaca di luar sedang ekstrem tidak bersahabat. Namun, Kinara tidak ingin berprasangka macam-macam seperti Vasa sengaja membekukan dirinya di area "peti es". Suaminya itu penduduk lokal, pasti tidak susah bagi Vasa untuk menemukan kehangatan di apartemen lain yang bersedia menampungnya.
Vasa tidak bodoh, tetapi pria itu kadang lupa kalau dirinya telah menikah dan masih berperilaku layaknya bujang. Mungkin Kinaralah yang terlampau naïf mengharapkan sebuah hubungan yang hangat di kota yang dingin ini, kendati salju sedang tidak turun dan memutihkan pemandangan atau membekukan perairan Danau Mälaren yang mengaliri pulau-pulau di kota Stockholm.
Kota yang "dingin" dan ia menemuinya di sini, di apartemennya sendiri setiap hari dalam setahun. Jadi, setelah bangun dengan siku tertekuk dan bertumpu selama beberapa menit dengan rambut terjuntai, Kinara memilih untuk turun dari ranjang alih-alih menanyai Vasa dengan melakukan sebuah panggilan. Ia tidak ingin mendapati sambutan sedingin balkon yang kadang beralih fungsi sebagai kulkas, tempat dirinya menyimpan stok buah dan sayuran selama musim ini.
Ah,...