Songong Maksimal

Oleh: syafetri syam

April 2007

Siang itu, telepon di rumahku tiba-tiba berdering. Sedikit kaget, aku berlari mengangkatnya, berharap dari seseorang yang kutunggu. Maklum, jomblo memang begitu, selalu berharap seseorang tiba-tiba merindukannya lalu menelepon dan membuat janji bertemu untuk mengungkapkan perasaannya. Akh, dasar!

“Halo?”

“Halo, assalamualaikum. Syasya, ya?”

Waalaikumussalam, betul, dengan siapa?” Aku pura-pura bertanya walau aku sebenarnya sudah tahu siapa yang sedang bicara di seberang sana.

“Ini uda, Da Rakha!”

“Oh, iya. Ada apa, Da?” Benar dugaanku, suara yang serak-serak basah ini, seolah hanya dia seorang yang memilikinya. Tapi maaf, orang ini tidak masuk ke dalam daftar orang yang kutunggu.

“Sya ... aduh gimana ya, ngomongnya? Uda jadi ngga enak.”

“Ngga papa Da, ngomong aja. Ngga usah sungkan!”

“Gini, Sya. Uda kan udah punya usaha nih, baru mulai, kecil-kecil aja dulu. Jadi uda pengen kamu ikut bantu-bantu di sini, bisa ngga? Soalnya, uda dengar kamu udah ngga kerja lagi.”

“Insya Allah, Da, bisa kok.”

“Syukurlah, kalo bisa. Uda tunggu, ya. Datang aja ke sini besok jam delapan pagi!”

Lalu dia menyebutkan alamat lengkap yang tak asing bagiku, sebuah lokasi yang cukup elit di kota kecil kami.

“Iya, Da, insya Allah,” tutupku.

Besok paginya, aku bersiap-siap sesuai perjanjian di telepon. Saat berpamitan pada ibu, ternyata ibuku mengeluh agak kurang enak badan, jadi ibu minta tolong agar aku menyediakan sarapan untuk kami sekeluarga terlebih dahulu sebelum berangkat. Setelah sarapan tersaji di meja, aku pamit.

"Bu, ibu masih ngga enak badan?"

"Enggak kok, kamu kalo mau berangkat, pergi aja, ibu udah jauh mendingan dari pada tadi."

Aku mencium tangan dan pipi ibuku, lalu deng...

Baca selengkapnya →